Alkisah seorang Usang. Usang karena tertinggal jaman. Dibilang kuper karena tidak mengenal dunia malam. Bukan laki-laki karena tidak merokok sehabis makan. Tidak punya saudara, karena saudara adalah saudara sebotol. Tidak punya teman mengobrol, karena teman mengobrol menggunakan Blackberry Messenger. Tidak ikut-ikutan berlomba-lomba menebar pesona dan harta untuk mendapatkan pengakuan.
Si Usang ada di sana. Si Usang selalu ada di sana. Tetapi tidak ada yang memperhatikan dia. Dia ingin menyapa karena dia kenal kehebatan orang-orang itu. Dia tidak bisa menyapa karena tidak ada yang mengenalinya. Dia hanya selalu berada di belakang dan memperhatikan. Memperhatikan semua orang. Keahlian mereka, kelebihan mereka, kekurangan mereka, bagaimana mereka berbusana, tingkah laku mereka. Dia mengenal mereka lebih dari yang mereka tahu. Dia mengenal mereka. Namun hanya disimpan saja.
Dia kadang maju ke depan. Memberi apresiasi lebih dari yang dikenal mereka. Apresiasi, ya apresiasi yang hanya bisa dia berikan. Dia hanya memberikan yang memang pantas dia berikan. Bagus ya dibilang bagus, tersenyum, gembira, terhibur, tepuk tangan, ekspresi kepuasan. Jelek? Dia tidak mau membohongi diri. Dia bilang tidak suka, namun dia berusaha untuk memahami. Dia percaya dengan begitu dia akan bertambah “kaya”.
Si Usang tidak berkecil hati dengan keadaannya sekarang. Ketika dia bukan siapa-siapa, dia memiliki kesempatan belajar yang lebih banyak daripada orang lain. Dia bebas berekspresi tanpa takut diperhatikan orang. Dia selalu menganalisis. Dia selalu belajar. Menambah wawasan, menambah pengalaman, mengumpulkan modal. Dunia ini terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Si Usang juga berlaku baik pada semua orang. Si Usang suka membantu. Dia sering membantu temannya menyelesaikan masalah, setidaknya dia berperan menemani dalam menghadapi masalah. Dia selalu berpesan untuk jangan pernah menyesal terhadap suatu hal. ”Hidup ini terlalu indah untuk sekedar menyesal, sekecil apapun hal itu pasti ada hikmahnya, percayalah pasti akan berguna, setidaknya menambah pengalaman hidupmu kelak,” kata Si Usang sembari tersenyum. Dia mengangkat temannya yang jatuh dan untuk kembali berlari lagi.
Namun Si Usang tetaplah manusia. Setiap manusia memiliki batas. Ada suatu saat dia menjadi benar-benar usang. Tergeletak tidak berguna begitu saja. Si Usang tidak bisa berjalan menunggu seseorang memapahnya. Teman-temannya sudah jauh berlari. Itu memang salahnya, ikut mengangkat tubuh temannya namun melupakan tubuhnya sendiri. Kini ketika tubuhnya terasa berat, mereka sudah lari. Tunggu! Bukankah sudah ada teknologi telepon, SMS, MMS, email, messenger, social network, bla..bla..bla…? Jadi bisa menjangkau mereka yang jauh. Yahh, itulah kelemahan teknologi, mereka tidak memiliki kepekaan.
Si Usang tidak bosan melakukan dan terus melakukan. Apapun itu, yang Si Usang ingin lakukan. Tidak mengharapkan akibat sekarang. Hanya terus saja melakukan. Nanti akan ada saatnya berakibat.
Tn. Circuit stuck, tolong sampaikan "Salam Kenal" saya pada Si Usang... :p
BalasHapustitip dua jempol...
postingan yang elektrik :D
oh, iya Nona Electricho Chica, akan saya sampaikan :)
BalasHapusSi Usang akan sangat berterima kasih dengan dua jempolnya, dua jempol ini merupakan salah satu akibat :)
pasti akan disimpan baik-baik :D