Minggu, 30 Mei 2010

Chauvinisme: Persikmania

Saya masih shock saja sekarang, masih sesak dada ini. Pengen jahe untuk melegakan (loh, bukannya jahe untuk melegakan tenggorokan bukan dada? Salah ya?). Asem, berarti gak ada yang bisa melegakan. Masa’ harus nangis? Tapi saya rasa saya gak malu menangisi. Ironis. Mendengar raungan konvoi motor merayakan juaranya Arema, saya terlindas-lindas. Persik terdegradasi. Degradasi kasta kejuaraan sepakbola Indonesia membuat degradasi kemauan saya malam ini, rencana saya berantakan. Saya malas ngapa-ngapain, murung, masih sesak.

Persik terdegradasi? Saya benar-benar masih tidak percaya. Ada setitik harapan dilambungkan, tapi kita tidak bisa meraihnya. Saya tidak bisa berusaha apa-apa, mengusahakan apa-apa. Hanya terus berdoa saja. Saya masih tak percaya.

Layaknya anak laki-laki di daerah, saya berpaham chauvinisme akut. Apalagi yang daerahnya memiliki klub sepakbola. Dan saya cah Kediri, maka saya Persikmania (nama pendukung Persik, klub sepakbola Kota Kediri). Saya bukan yang garis keras atau fanatik berlebihan yang hanya bisa melihat satu sisi saja. Bukannya yang membenarkan anarki. Bukan garis depan. Namun saya selalu berusaha semaksimal mungkin nonton di stadion setiap Persik berlaga. Di kandang maupun tandang ataupun laga usiran. Saya di sana.

Saya bukan Persikmania dadakan. Saya sudah di sana ketika Persik masih di Divisi II atau kasta level ketiga (saat itu, sekarang level keempat), tahun 2001. Saya masih ingusan, SMP kelas 1. Persik pun juga masih belum bergaung seperti sekarang, malah hampir tidak ada kabarnya, bahkan dulu masih tenar Persedikab, klub sepakbola Kabupaten Kediri. Masa-masa itu merupakan masa-masa berkenalan dengan Persik. Stadion Brawijaya (kandang Persik) masih sangat belum layak untuk level nasional sekalipun. Hanya ada satu tribun dan hanya menampung sekitar 400-an orang yang terletak di barat stadion (sekarang VIP). Dulu Persikmania cuma 200-an dan mengisi setengah bagian tribun bagian utara saja. Karena sisi lain stadion hanya gundukan tanah yang ditumbuhi pohon-pohon besar saja, kalo hujan becek.

Tahun itu Persik promosi ke Divisi I setelah menempati peringkat ketiga (kalo tidak salah). Setelah promosi itu gaung Persik di Kota Kediri mulai terasa. Mulai banyak persikmania yang datang ke stadion. Untuk mengakomodasi semakin banyaknya supporter, maka dibuat tribun sementara dari bambu. Tribun dari bambu tersebut dibangun di sisi timur lapangan. Lumayanlah, karena tidak harus duduk di tanah lagi, hehe. Dan ternyata Persik hebat juga di musim itu, didukung dengan trio pemain asing dari Chile, yaitu Fernando Guajardo Levia, Alejandro Bernal, dan Juan Carlos Tapia (sumber: ingatan). Dan dengan tangan dingin manajer Iwan Budianto yang merekonstruksi Persik. Saat itu, Iwan Budianto merupakan menantu dari Pak Maschut, Walikota Kediri sekaligus Ketua Persik Kediri. Iwan rela meninggalkan jabatan sebagai manajer Arema untuk menangani Persik yang berada di level lebih rendah.

Dan ternyata hasilnya sangat menggembirakan, Persik menjadi Juara Divisi I!!! Dengan predikat itu, maka Persik berhak untuk naik kasta ke Divisi Utama, kasta tertinggi Liga Indonesia (saat itu). Untuk pertama kalinya Persik menembus Divisi Utama! Kebetulan pada saat yang sama Persedikab terdegradasi ke Divisi I, jadi animo penonton tersedot ke Stadion Brawijaya. Yang asli Kota Kediri, Kabupaten Kediri, hingga Pare, Blitar, dan Tulunggagung adalah Persikmania!!!

Tahun 2003, kelas 3 SMP. Saya pastikan saya selalu menonton setiap pertandingan kandangnya. Jika pertandingan pas midweek, atau hari sekolah, saya rela tidak masuk bimbingan (kan kelas 3 dulu ada bimbingan persiapan UNAS gitu lah). Pulang jam 1, langsung mancal sepeda super cepat, makan cepet-cepetan, sholat gak khusyuk, pilih baju persik, syal persik, langsung berangkat ke stadion…lari! Ya, rumah saya lumayan dekat dengan stadion, kurang lebih 1 km (kayaknya kurang). Jadi teman-teman saya sering nitip sepeda atau motor di rumah saya. Cuma sekali saya gak nonton, pas lawan Petrokimia Gresik, itupu karena pas UNAS. Dan saya hanya bisa mendengar teriakan “GOOO..OOL” dari rumah saya.

Tak disangka Persik sangat hebat musim itu. Dengan dipoles tangan dingin Jaya Hartono, motivasi dari Iwan Budianto, dan pemain-pemain (tak usah disebutkan satu-satu, tapi saya jamin saya masih (hampir) hapal semua plus nomor punggung :p) yang tak masuk perhitungan bintang, Persik menjelma menjadi tim ajaib. Lebih ajaib dari Persikota Tangerang yang dijuluki Bayi Ajaib karena langsung menembus semifinal pada tahun pertamanya di Divisi Utama. Karena Persik menjadi juara Divisi Utama pada keikutsertaannya yang pertama dan pada kompetisi penuh untuk yang pertama kalinya! Karena Persik tidak terkalahkan di kandang! Hebat! Terlalu hebat! Melambungkan asa kami secara prematur. Khayal! Bangga! Gak percaya! Bahkan kami masih belum tau bagaimana biasanya supporter bola berpesta? Hahaha. Kota Kediri penuh dengan atribut Persik. Benar-benar terlalu penuh untuk kota kecil itu, ungu! Berpesta, mengusung replika trofi, kembang api, konvoi mengarak sang pahlawan mengitari se-eks Karisidenan Kediri. Senang! Sangat senang!

Oiya, ada cerita terselip, yaitu ketika di kandang melawan Arema. Karena jarak yang dekat antara Kediri dan Malang, ditambah lagi kedekatan secara “saudara muda” karena banyak pemain Persik yang eks-Arema. Stadion penuh membludak, setengah bagian selatan milik Persik, dan sisanya milik Arema. Bahkan lebih banyak Arema. Jam-jam sebelum pertandingan kita saling melempar lagu atau yel-yel. “Ayo ayo Persik Kediri, Arema kita saudara..!” Begitu akur dan akan sangat meriah saya kira. Kebetulan saya berada di tribun yang paling berdekatan dengan tribun Arema, jadi bosa lebih merasakan atmosfernya. Untuk pertama kalinya melihat pendukung yang sudah berpengalaman dan sangat kreatif. Sesaat sebelum pertandingan ada empat Aremania yang berlari mengitari lapangan dengan membentangkan spanduk raksasa Arema, sepertinya memang sudah tradisi atau untuk menyapa. Namun Persikmania yang belum paham merasa kesal dan beberapa melakukan aksi pelemparan. Di situ mulai ada “percikan” permusuhan. Ketika pertandingan berlangsung Aremania merangsek hingga berada di belakang gawang. Dan pertandingan berlangsung. Priiit, Persik mendapat hadiah pinalti. Aremania pun protes hingga ada yang masuk ke lapangan. Tensi mulai meninggi. Pertandingan dilanjutkan dan gol, 1-0 bagi Persik, gol diciptakan oleh Bob “Bobby” Bamidele Manuel dari titik pinalti. Seiring berjalannya pertandingan Aremania sudah merasa gusar dan beranggapan bahwa keputusan wasit tidak fair, hingga akhirnya Aremania memberondong masuk ke lapangan. Kerusuhan, pertandingan dihentikan. Tawuran tak terelakkan. Tapi bukan antara Persikmania dan Aremania, namun Aremania dan jajaran polisi. Chaos, sangat kacau keadaan saat itu. Saya berulang kali harus menunduk untuk menghindari barang-barang yang tebang kesana-kemari. Lemparan batu, lemparan botol, hingga lemparan sandal. Polisi berkuda melintas di depan saya, anjing K-9 dikerahkan, dan ribuan aparat berpakaian lengkap berhamburan. Kami, perskmania masih tertahan di dalam stadion untuk menghindari kerusuhan yang lebih luas. Karena Aremania digiring keluar oleh polisi. Suasana masih mencekam hingga malam hari saya baru bisa pulang. Pengalaman pertama saya tentang gesekan supporter bola.

Tahun 2004 masih terus bersama Persik. Liga Champion Asia melawan Yokohama Marinos, di situ ada Ahn Jung Hwan (pahlawan Korea Selatan di Piala Dunia 2002)! Yang dulunya hanya bisa nonton di layar kaca kini bisa nonton secara langsung, dan dia mencetak gol! WOW! Namun secara keseluruhan tahun 2004 dan 2005 prestasi Persik biasa-biasa saja. Namun saya masih selalu nonton di stadion.

Tahun 2006, kelas 3 SMA. Masih terus nge-persik. Persik lolos 8 besar dan dkonsentrasikan di Stadion Manahan Solo. Saya selalu tret-tet-tet ke Solo tiap Persik maen. Pernah suatu ketika pas pertandingan lawan Arema di Solo. Hari Rabu kumpul jam 8 pagi dan berangkat jam 10. Sampek Solo jam 3 sore-an. Seperti biasa Arema datang lebih banyak (padahal jaraknya lebih jauh). Karena suatu kondisi pertandingan dibatalkan dan akan dilangsungkan keesokan harinya. Aremania banyak yang kecewa dan mulai berulah. Lagi-lagi persikmania harus menunggu di dalam stadion dulu hingga keadaan kondusif, dan baru bisa keluar stadion jam 9 malam. Pulang ke Kediri dan tiba jam 2-an. Paginya siap berangkat lagi. Capek badan akan terbayarkan kemenangan. Dan benar saja, Persik kembali menang lawan Arema saat itu 1-0 lewat gol Harianto. Yeah, kurang dari 48 jam pulang-pergi Kediri-Solo 2x!! Yang penting Persik!!! Hahaha.

Pas final di Solo bertepatan dengan tes STAN. Aku yang sedari awal gak sreg masuk STAN ngasal aja tes di Jogja, maksudnya biar bisa nonton final Persik vs PSIS! Benar saja, saat tes yang dipikiran Persik tok, masa bodoh dengan tesnya! Pulang tes jam 1-an langsung berangkat ke Solo!!! Kebetulan kita berenam naik mobil ke Solo. Sampek Solo, ekspektasi awal tiket ekonomi seharga 20ribu. Teman-teman yang tes di Malang sekitar 12 anak nitip dibeliin tiket, karena mereka sedang ngebut perjalanan dari Malang ke Solo!! Dan ketika tanya ke calo tiket sudah seharga 40ribu! Saya tidak percaya dan mencari loket, sangat ramai, mencari loket yang lain, ramai juga, loket lain, terus saya telusuri wilayah stadion untuk mencari loket. Hampir tiga putaran stadion saya terus mencari tiket untuk kami dan juga pesanan teman-teman. Sambil mencari loket saya juga tanya-tanya ke calo. Putaran pertama di calo seharga 50ribu. Putaran kedua naik 60ribu. Putaran ketiga tiket di loket habis dan harga di calo 75ribu!!! Sialan! Daripada tidak nonton, kami beli saja itu 75ribu dan mengabarkan pada teman-teman saya bahwa tiket sudah habis, supaya mereka mengurungkan niat untuk berangkat ke Solo. Mereka yang pada saat itu suda sampai Caruban akhirnya putar balik pulang ke Kediri, nonton bareng di Kediri. Dan saya beruntung bisa nonton di stadion langsung!

Dan akhirnya 75ribu tersebut tidak bisa dibandingkan dengan perasaan jumawa saya karena untuk kedua kalinya Persik menjadi Juara Liga Indonesia!!! Hebat!!! Dalam kurun waktu 4 tahun bisa juara dua kali!!! WAW! YEAH! AAAAAAAAA…aaaaaa!!!!! Saya berteriak keras di bawah hujan kembang api. Kembang api yang sangat-sangat indah. Saya “tinggi” sekali saat itu! Saya terbang!!! Untuk yang ini, kita sudah paham bagaimana harus berpesta :D

Yeah, itulah perjalanan ke-“persikmania”-an saya. Di samping perjalanan, saya juga mengoleksi souvenir dari supporter-supporter klub lain. Saya pernah bertukar kaos dengan Jakmania saat tandang ke Kediri, bertukar syal dengan Pasoepati selaku tuan rumah final di Solo, dan yang paling saya suka, saya juga tukar syal dengan pendukung Urawa Reds Diamond dari Jepang, pas Persik melawan Urawa pada Liga Champion Asia di Solo!! Sayang, syalnya hilang, jatuh di kereta saat perjalanan ke Jakarta L.

Masuk kuliah di Malang sebagai salah satu publik enemy dari Aremania, saya selalu bangga. Saya termasuk yang dikenal sangat Persik di kampus. Sering kita beradu argumen bahkan saling ejek, hehe. Sering saya dikepung para aremania dan membahas perselisihan itu (saya berada di kandang singa!!! Hahaha). Namun untungnya saya termasuk yang obyektif, saya bisa memahami perasaan mereka, bagaimana mereka sangat benci dengan Persik, dan semacamnya, jadi gak sampek terjadi perselisihan, hehe.

Dan sekarang…sekarang Persik terdegradasi! Saya telah dibawa terbang tinggi dua kali dan kini saya tersungkur. Saya mau sukanya maka saya harus ikut menyangga dukanya. Saya siap dihujat, diolok-olok, dilecehkan, dikasihani. Tapi saya tidak akan lari dan berbelok mendukung Arema yang juara. Tidak, saya obyektif dan sudah memberi selamat pada Arema. Juga bersimpati kepada sesama Persikmania teman-teman saya.

Masih sesak dada ini.




Suka is the new Ikhlas

Berkorban untuk ikhlas? Is so last year..!!! hahaha :D
Tidak selamanya ber-ikhlas ria harus diidentikkan dengan pengorbanan. Dari segi nama saja sudah salah kaprah.
"Saya ikhlas kok dengan pengorbanan saya." Nah, pengorbanan. Kata dasarnya saja sudah korban, kalau tidak salah korban adalah sebutan untuk orang yang menderita. Ah, apalah sanggahannya, kalau menderita ya menderita saja, tidak usah, "Saya ikhlas kok dengan penderitaan saya." Kalau begitu maka tidak usah menyebut itu dengan penderitaan atau pengorbanan. Bilang saja, "Saya suka kok membantu Anda."

Iya, suka! Suka yang itu loh! Yang artinya sama kayak senang juga atau mungkin bisa diasosiasikan dengan cinta (halah..!), hehe. Ikhlasnya dijadiin suka saja. Biar lebih "gaul" gitu loh! Lebih muda, gak sok alim juga, hahaha. Saya pikir suka sudah sangat representatif untuk ikhlas, bahkan lebih lengkap karena kalau suka tidak ada unsur terpaksa, yang terlihat ataupun yang tidak terlihat. Atau yang berusaha ditutup-tutupin atau berdasarkan sungkan (biasaaa...orang Jawa asli :D). Kalo suka kita selalu tersenyum :). Dan senyum bisa meringankan beban. Trus kalo suka biasanya malah mengeksplor, urun ide kek, ikut kasih motivasi kek, pokonya ikut seneng kalo bisa berhasil, kayak yang berhasil kita sendiri aja. Hehehe gak papa mendompleng kesenangan, karena itu memang efek dari suka. Yeah, karena suka jadi banyak senang, bersenang-senang selalu!

Jadi saya lebih suka membantu daripada ikhlas membantu ;p

NB: Mungkin ada pro-kontra mengingat betapa religiusnya istilah ikhlas itu, hehe maap, open mind saja, OK? :D

Selasa, 25 Mei 2010

I will only dead in deadline!

Sial! Saya butuh deadline! Ini dia kelemahan dead in deadline. Saya tidak bisa bekerja tanpa deadline! Otak saya, kemauan saya, niat saya terlalu tergantung deadline. Mereka baru bisa bekerja saat tertata jelas. Mana bisa menata jika deadline itu tidak ada? Cara kerja mereka selalu begitu. Saya butuh deadline! Setidaknya orang yang bisa men-deadline! Saya terlalu bebas, terlalu santai, terlalu tidak teratur. Saya butuh manajer! Buatkan saya deadline! Saya butuh pendukung! Pacu semangat saya!

Lagi-lagi sial! Saya begitu kronologis. Harus urut satu-satu, dari awal sampai akhir. Harus buat gambaran, semacam kerangka dulu baru bekerja. Untuk membuat gambaran itu saya juga butuh deadline. Dengan deadline jadi bisa memetakan kapan harus mulai, apa saja yang dibutuhkan, analisis ini itu, mempertimbangkan macam-macam dan bekerja. Pas sudah proses pekrjaan juga harus kronologis. Yang satu dikerjakan dulu sampai habis, sampai puas, sampai bagus, baru menjamah yang lainnya. Jadi sulit mau mengerjakan yang lainnya, pasti kepikiran yang masih belum selesai tadi.

Masih sial juga! Saya terlalu "baik hati". Saya pasti memilih membantu mereka dulu, baru memikirkan urusan saya. Banyak yang saya pikirkan dan siapkan untuk mengakomodasi mereka. Dan selalu jadi prioritas saya. Saya dahulukan mereka. Kalau sudah gitu jadi banyak yang saya tanggung. Tanggungan buat mereka, bukan tanggungan saya sendiri. Selalu begitu empat tahun ke belakang.

Yahh..setidaknya saya sudah bisa merefleksikan, memetakan, instropeksi apa kelemahan saya. Kalo yang pertama, saya harus benar-benar bekerja keras. Tidak mungkin saya merubah cara kerja otak saya, jadi saya harus bekerja keras menciptakan deadline saya sendiri. Kalo benar-benar mentok, saya akan bekerja keras membujuk seseorang untuk membuatkan saya deadline dan menjaganya, hahaha. Yang kedua, saya menyebutnya sebagai tanggung jawab (?). Karena saya selalu masih kepikiran pekerjaan yang belum selesai ketika mengerjakan pekerjaan lain, jadi kan saya merasa bertanggung jawab pada pekerjaan yang saya kerjakan. Ya kan? hehehe. Yang ketiga sih, sudah jelas saya memang baik hati. Saya siap membantu walaupun saya juga sangat butuh dibantu. Biarin, saya tau ada Yang Maha Melihat, hihihi.

Sudah ah sial malam ini :D

Kamis, 20 Mei 2010

Tidur Siang

Ini hari-hari terakhir saya di kantor. Setelah "petualangan" yang sangat mengasyikkan di Gresik, saatnya kembali di belakang meja. Audit pendahuluan, cek fisik, dan analisis sudah lewat. Waktunya konfirmasi dan klarifikasi. Bukan bagian saya. Kemarin malah ditawarin ikut ngaudit baru lagi, kalo gak salah ngaudit tentang konfersi minyak tanah ke gas elpiji, tapi sebelum dijelaskan lebih lanjut saya memberi tahu bahwa ini adalah mingu terakhir saya. Singkat kata saya sedang nganggur.

Dan kepikiran umur. Di saat teman-teman saya sibuk skripsi, saya tenang saja (sudah bisa agak tenang, dengan pembenaran-pembenaran yang saya bangun, hehe) dengan kenyataan bahwa saya belum memulai, walaupun sudah memprogram sejak awal semester. Mengingat berapa bulan yang saya buang sia-sia, saya tidak melihatnya demikian. Saya tidak akan menyesali waktu yang saya "buang" itu. Tergantung melihat dari perspektif mana. Jika dari skripsi sih, yahh..memang terbuang. Tapi saya mendapat banyak nilai tambah lain di dalamnya. Saya bisa mengkonstruks ulang perusahaan clothing saya, saya bisa memamerkan musik band saya, saya bisa menikmati musik-musik yang benar-benar bagus, saya bisa lebih banyak waktu berkumpul bersama keluarga, saya bisa mendapatkan pengalaman mengaudit dan mengevaluasi Modernisasi LOBP Gresik, saya bisa berkumpul dan berbagi dengan teman-teman saya, dan saya juga bisa istirahat dan menata rencana saya. Begitu banyak yang saya lakukan dalam waktu terbuang itu. Saya tidak menyesalinya.

Ketika teman-teman saya repot untuk tes di sana-sini, saya hanya mendukung saja. Entah kenapa saya masih belum berminat saja. Mungkin memang pada dasarnya saya adalah orang yang kronologis. Saya selalu membangun skala prioritas. Saya akan menyelesaikan telebih dahulu pekerjaan yang saya prioritaskan. Saya yakin dengan begitu saya akan melakukan seluruh pekerjaan dengan maksimal. Bukan berarti saya tidak tahan dengan banyak pekerjaan (masalah). Namun saya hanya ingin melakukan semua hal dengan makasimal. Dan itu adalah cara yang saya pilih. Dan saya teruji dengan tumpukan masalah yang saya petakan dengan skala prioritas itu.

Jadi prioritas saya sekarang adalah KKNP ini, minggu ini selesai. Siap menghadap Pak Iqbal dengan berbagai judul skripsi baru yang akan saya tawarkan. Enam judul saya telah ditolak, saya melihatnya sebagai proses. Saya yakin Pak Iqbal adalah dosen yang pas, yang bisa membimbing saya mengerjakan skripsi yang maksimal, yang tidak menyia-nyiakan masa kuliah saya dengan skripsi yang begitu-begitu saja. Semoga saja.

Prioritas skripsi dulu, asli dalam diri saya, saya ingin skripsi saya tidak hanya menjadi tumpukan kertas berdebu di perpustakaan atau ruang baca. Saya jadi ingat ketika ujian praktek Bahasa Indonesia pas SMA dulu. Disuruh bikin karya tulis, dan kelompok saya kebagian tentang kenakalan remaja. Saya langsung kepikiran mengenai fenomena membolos di SMA (semua SMA mungkin memiliki problem yang sama tentang yang satu ini, dan saya adalah salah satu pelakunya). Bekerjalah kelompok saya mencari data, informasi dengan angket, sutvey, hinga wawancara. Mulai dari alasan membolos, jam-jam waktu membolos, di mana tempat paling "aman", pernah ketahuan apa tidak, dll. Maka saya presentasikan karya kontroversial itu dengan tag line "IPS presents: kami lakukan, kami sadar". Ya, IPS, karena dari dulu anak IPS konotasinya terkenal nakal, bandel, outsider lah pokoknya (bukan fans-nya SID lo!). Ternyata sangat ramai pembahasan pas kelompok saya ini. Saya mendapatkan ejekan munafik hingga tepuk tangan meriah. Dan ternyata, karya tulis tersebut akan diserahkan ke BK dan dijadikan bahan referensi untuk meminimalisir fenomena membolos itu. Nah, yang seperti itu yang saya inginkan, sederhana, namun bisa berguna.

Saya seperti belum tertarik dengan rekruitmen-rekruitmen itu. Saya sih tanpa beban saja. Saya hanya ingin bekerja di mana saya ingin bekerja. Dan suatu saat akan ada seseorang, perusahaan, lembaga, institusi yang menyadari kekurangan dan kelebihan saya. Kalo memang gak ada, ya saya mengembangkan usaha clothingan saya saja, hehe.

Lalu apa lagi yang saya risaukan? Mengenai umur? Pacar. Ya, saya tidak mahir dalam hal ini. Jadi keinget salah satu percakapan dalam komik strip Mafalda. Seorang teman cewek Mafalda (Marguerita kalo gak salah namanya) bertanya pada Mafalada, "Apakah dulu mama kamu kuliah?" "Iya!" jawab Mafalda. "Apakah dulu mama kamu punya pacar?" tanya Marguerita lagi. "Umm..aku rasa tidak." sahut Mafalda. "Jadi mama kamu tidak dapat apa-apa dong!"
NAH LO! hahahahaha..

Sekali lagi saya tidak mahir. Saya bingung. Pernah dua kali saya berlaku istimewa (karena orang istimewa layak mendapat perlakuan istimewa, hehe). Semuanya masih sama sekali belum kenal. Yang pertama berpura-pura menjadi tukang bunga dan sok tak sengaja berkenalan dengan nama dan nomor handphone saya di dalamnya, yang kedua semacam introducing breakfast sambil jalan-jalan dan ngasih CD Endah & Rhesa juga dengan nama dan nomor handphone saya di dalamnya. Hehe, jadi saya tidak pernah meminta nomor handphone, dia dulu lo yang menghubungi saya, hehehe ;p
Ah, dan ternyata saya benar-benar tidak mahir. Saya tidak menemukan kecocokan setelahnya, dia kurang indie!!! hahahaha

Yah sudahlah, memang bukan dia-dia itu. Saya masih terus menikmati hidup "indie" saya, bebas, berkreasi, bersama teman-teman, ya begitulah. Saya sedang mengumpulkan modal, itu saja. Entah pada siapa akan saya bagi. Tapi semakin lama saya rasa benar-benar perlu semacam pendukung hidup saya. Yang benar-benar mengerti di mana saya, trek saya, dan menjaganya biar tidak keluar. Saya ingin berbagi, benar-benar berbagi semuanya.

Asem! Jadi semacam curhat gini. Saya baik-baik saja! Saya tidak mellow, saya punk! Hahaha! Saya memahami ini sebagai kesempatan. Kesempatan untuk lebih mengeksplor diri lagi.

Terus jalan, peka, serap, kreasikan!

Selasa, 18 Mei 2010

Kemarin Kemarin

Yeah, beberapa hari kemarin yang lalu kembali mengingatkan kalo saya masih muda, hehe.

Setelah memasuki hari-hari magang di kantor, mulai memprogram skripsi (Dan kenyataannya saya belum memulainya sama sekali, saya tertekan, sampai akhirnya saya memahami ini adalah proses, pembenaran bahwa saya tidak akan menyia-nyiakan empat tahun ke belakang dengan membuat skripsi yang maksimal! Amin!), membicarakan mau kerja di mana, ada rekruitmen ini itulah, dan semua hal yang membuat saya tua dan berhenti berkreasi karena fokus pada satu hal tua itu.

Menjadi gila lagi, melakukan perjalanan tak wajar lagi, melupakan batas ketahanan fisik lagi, bermuda lagi!

Jumat, sore, akhirnya weekend juga. Sudah jenuh, butek dengan rutinitas kantor. Bobby menjanjikan late night shopping ke TP beberapa hari lalu. Berburu diskon besar diatas jam 8 malam. Pas ditagih, eh, dianya ngeless lagi gak punya duit, soalnya duitnya barusan dipake buat bayar listrik kontrakan. Padahal saya juga berada dalam kondisi yang sama (lagi gak punya duit). Ah, bodo, daripada bengong di kontrakan, cuma maen PES, nonton tv, tidur-tiduran, ngomongin orang, kita berangkat ke TP. Cita-cita saya adalah membeli kemeja dengan harga 50ribuan, titik. Kalo di atas itu, no way! (Kayaknya gak mungkin ya?)

Sampe di TP, memulai kegiatan meraih cita-cita. Dan ternyata benar, cita-cita saya tidak kesampaian. Semuanya masih di kisaran 100ribuan. Yaudah, jalan-jalan aja kalo gitu. Trus tiba-tiba keinget kalo besoknya Mahatma Nayaka Adhitama, SE, Bsc mau maen ke Surabaya. Yaudah, akhirnya cari kado buat kelulusannya Tomblok (nama kerennya Mahatma). Dan akhirnya kita putuskan untuk membeli baju batik. Setelah lama memilih, ditemukan juga batik yang dirasa cocok. Namanya juga diskon, harga 309ribu jadi 124ribu. Kemudian saya menawarkan pada teman-teman saya untuk patungan memberi kado buat Tomblok (aslinya sih karena memang gak ada duit), hehe. Dan kado siap diberikan dengan bungkus tas plastik Matahari dan dengan harga yang memang sengaja tidak dicabut, 309ribu!!! hahahaha..

Sabtu, Tomblok datang bareng Aci, pacarnya, dan Item (Nova Dewi Oktasari, mahasiswi STIS yang suka jalan-jalan). Karena tidak ada kendaraan, sehabis dari teminal mereka naik bis kota turun di TP dan kami menemuinya di sana. Di TP jalan-jalan aja, lebih banyak cerita, bercanda, berkeluh kesah. Terus pacarnya Bobby, Ica datang bawa mobil menyelamatkan kami dari TP. Cabut dari TP ke Royal Plaza mau ketemu masnya Aci. Ditraktir Pizza Hut sama masnya Aci dan pulang ke kontrakan. Sehabis maghrib, Tomblok dan Aci pulang ke Kediri, petualangan masih akan berlanjut!

Sekarang tinggal saya, Bobby, Ica (pacarnya Bobby), Item. Kami pun meluncur ke Big Boxx Complex bersiap memanjakan telinga, mata, dan pikiran. Karena kami akan menonton konser Indienation Jangan Marah Records Tour 2010 yang berisi band-band hebat macam Efek Kos Kaca (ERK), Bangku Taman, Zeke Khaseli, dan The Kucruts. Bagi saya pribadi sebenarnya ini saya jadikan sebagai pemanasan pengenalan lagu-lagu Bangku Taman, Zeke Khaseli, dan The Kucruts. Karena saya cuma ngerti nama dan gambaran lagunya, namun belum benar-benar menikmatinya. Pemanasan karena saya berniat akan menkmatinya dengan sempurna keesokan harinya di Malang. Bangku Taman memberikan suasana ramah dan nyaman, The Kucruts bercerita tentang keresahan para remaja dengan tulus sekali, Zeke Khaseli membuat saya terbengong dengan visualisasi panggungnya, dan ERK selalu hebat.

Big Boxx berada di panggung terbuka, dan hujan mulai mengguyur ketika ERK tampil. Namun itu tidak menyurutkan kami semua untuk sing along sepanjang set list ERK. Cinta Melulu menjadi lagu terakhir yang menghentak namun hujan juga tak mau kalah menghentak. Selesai konser, pukul 00.15, basah kuyup.

Malam masih panjang buat saya. Karena saya berniat untuk pulang ke Malang, menyiapkan kos yang akan dibuat transit oleh rombongan Jangan Marah Records Tour!!! Jadi begini ceritanya, sebenarnya panitia lokal Malng sudah menyiapkan hotel, tapi ternyata baru bisa check in di hotelnya jam 12 siang. Padahal ERK, dkk berangkat dari Surabaya jam 2 dini hari, nah, kos saya dijadikan tempat transit sementara mereka. Boleh sombong dikit dong, ERK was there! Zeke was there! Bangku Taman was there! The Kucruts was there! hahaha mereka yang selama ini saya kagumi sedang tidur di kos saya...

Kembali ke malam itu, siap berangkat bareng Item, ya Item juga memutuskan untuk encore setelah mendengar ERK. Nekat berangkat dengan baju basah kuyup. Ambil mio di penitipan dan...mogok! Wasem! Motorku mogok! Gak bisa distarter, diselah juga gak bisa. Ditolongin orang sampe satpam pun tetep gak bisa. Akhirnya telpon Bobby suruh jemput deh...

Motorku ditarik. Pelajaran malam itu, jika ingin mengetahui cara terbaik melakukan sesuatu, maka lakukanlah dahulu! Tidak perlu banyak teori, lakukan dan kamu akan mengerti. Apaan sih?! Jadi pertama motorku ditarik, aku ditarik item yang dobonceng Bobby. Item yang memang kurus kewalahan menarik. Kemudian tanganku berpegang pada pundak Bobby, lumayan lebih baik, tapi lama-kelamaan sakit juga pundaknya Bobby, hehe. Akhirnya Bobby mencoba untuk mendorong footstep motorku dengan kakinya, dan ternyata ini adalah cara yang paling efektif! Trial and error berlaku malam itu, hehe.

Sampe dikontrakan, ganti baju dulu, sholat dulu, akhirnya saya dan Item berangka ke Malang pakai motornya Bobby. Jam 01.30! Berangkaaaaatt!!! Lapaaaarr!! Tapi tidak ada makanan yang menggugah selera. Surabaya, Waru, Sidoarjo, Porong masih saja belum makan. Akhirnya kita tak kuasa untuk berhenti di KFC Taman Dayu. Mata saya merah pas berkaca di wastafel. Setelah melapah paket komplit, kita melanjutkan perjalanan yang semakin dingin itu. Dan akhirnya tiba di Malang jam 03.30.

Sampek di kos, nambah kasur di ruang depan tv hingga mengganti sprei di kamar atas. Tak lama kemudian terdengar suara mesin menderu mendekat (dramatis gak? hehe). Yiaayyyy, mereka datang! Ya! Itu beneran Cholil, itu Zeke yang tadi membuat saya terbengong, itu Omo yang gila di panggung! Mereka terlihat sangat capek dan langsung menjatuhkan badan begitu menemukan kasur, hehehe. Saya berjaga, menunggu jika-jika mereka masih membutuhkan sesuatu, dan ketika mereka semua sudah tidur, saya iri untuk juga terlelap.

Bangun jam setengah 8, saya sempatkan untuk memenuhi janji lain, menonton teman-teman saya main futsal Accounting League. Balik ke kos jam 9, coffe morning! "teman-teman" sudah bangun, menikmati udara pagi kota Malang. Mereka ramah. Sama Cholil dan Omo dibercandain, kalo mereka semua bakal meluangkan waktu masing-masing 5 menit, untuk memberi jatah Dead in Deadline maen, hahaha (sayang Vigna sama Tea lagi di Kediri).

Akhirnya jam 1 mereka harus check in ke hotel. Biar cuma tempat transit, tapi kami seneng banget. Saatnya bersih-bersih lagi dan kembali tidur, hehe. Dua orang yang bekerja keras menyiapkan kos, yaitu Tika dan Komang. Komang tanya ke saya, "Padahal awalnya kita sangat excited dengan kedatangan ERK, dkk. tapi pas mereka udah ada di sini kok rasanya biasa saja ya?" Trus saya jawab, "Biasa saja gimana? Kan kita udah dengan senang hati kerja keras bersihin, nyiapin kamar, nyiapin rumah buat mereka. Dengan senang hati ngobrol-ngobrol tentang Malang. Itu kan namanya juga excitement." Yeah, kami sangat bergembira telah disinggahi band-band indie yang sangat hebat!

Bangun tidur, sore, mandi sholat, makan, dan siap untuk bergembira lagi! Di Flame kita datang jan 6.30. Pas datang kita malah dikasih tiket gratisan,padahal sebelumnya kami sudah beli tiket. Namun memang niatnya kami bakalan beli tiket walaupun dapat gratisan. Kami ingin mengapresiasi musik bagus!

Masuk venue, melihat band-band pembuka yang tak kalah hebatnya dengan band Jangan Marah Records. Satu band saya baru pertama kali melihat adalah Bem's and His Crimsons Diary. Saya memutuskan unuk menyukainya. Namun ada tragedi yang menimpa salah satu personilnya, Tria sang drummer meninggal dunia sesaat setelah manggung dikarenakan serangan jantung. Shocking! Kabar itu diberitakan di sela-sela perform The Kucruts. Saya yang awalnya berdansa karena kegilaan The Kucruts, hanya diam tak percaya pada lagu terakhirnya. My Beauiful Life memainkan Sepasang dengan sangat emosional. Norman (sang vokalis) berkali-kali memejamkan mata sedih dalam lirik "Ada satu yang hilang..."

Bangku Taman terhenyak dengan kenyataan bahwa Malang sing along di hampir semua lagu yang dinyanyikannya. Seperti biasa, Ode Buat Kota menjadi lagu terakhir yang sangat pas untuk menutup perform dengan senyum bangga. Lolyta And The Disgusting Trouble tampil sangat prima dengan mengundang crowd yang panas di tengah dinginnya AC. Zeke Khaseli kembali membawa saya ke Planet Pluto. Otak saya masih saja belum sampai setelah dua kali menonton. Saya tau dia nyentrik, tapi saya yakin dia lebih dari itu. Ada sesuatu yang saya belum dapatkan. Saya masih akan terus berusaha. The Morning After kembali membuat sing along penonton yang hadir. Pemanasan yang sangat cocok untuk ber-sing along-ria bersama ERK.

Saatnya ERK, saya tidak tau mau berkomentar apa, mereka sangat sempurna! Sound yang dahsyat memanjakan telinga kita. Sing along untuk semua lagu. "Apa gak ada yang suka nonton tv nih, kok pada hapal semua?" kata Cholil heran becampur gembira. Sesaat sebelum lagu terakhir, Cholil memberikan kredit untuk semua punggawa yang berjasa dalam tour ini. Salah satunya, "TERIMA KASIH UNTUK KOS-KOSANNYA DEAD IN DEADLINE YANG JADI TEMPAT NUMPANG KITA PAGI TADI.."

Wow! Dead in Deadline disebut sama vokalisnya Efek rumah Kaca!!!! hahahahahaha

Kami tidak mengharapkan apa-apa, kami senang membantu, dan kredit itu lebih dari cukup. Sebelum pulang, temen-temen kos ngasih oleh-oleh kripik apel buat temen-temen Jangan Marah Records. Malam yang hebat! (minus berita duka)

Malam yang menyita esok hari. Karena besoknya saya bolos kerja, hehe.
Saya punya skala prioritas! :D

Senin, 10 Mei 2010

Si Usang

Alkisah seorang Usang. Usang karena tertinggal jaman. Dibilang kuper karena tidak mengenal dunia malam. Bukan laki-laki karena tidak merokok sehabis makan. Tidak punya saudara, karena saudara adalah saudara sebotol. Tidak punya teman mengobrol, karena teman mengobrol menggunakan Blackberry Messenger. Tidak ikut-ikutan berlomba-lomba menebar pesona dan harta untuk mendapatkan pengakuan.

Si Usang ada di sana. Si Usang selalu ada di sana. Tetapi tidak ada yang memperhatikan dia. Dia ingin menyapa karena dia kenal kehebatan orang-orang itu. Dia tidak bisa menyapa karena tidak ada yang mengenalinya. Dia hanya selalu berada di belakang dan memperhatikan. Memperhatikan semua orang. Keahlian mereka, kelebihan mereka, kekurangan mereka, bagaimana mereka berbusana, tingkah laku mereka. Dia mengenal mereka lebih dari yang mereka tahu. Dia mengenal mereka. Namun hanya disimpan saja.

Dia kadang maju ke depan. Memberi apresiasi lebih dari yang dikenal mereka. Apresiasi, ya apresiasi yang hanya bisa dia berikan. Dia hanya memberikan yang memang pantas dia berikan. Bagus ya dibilang bagus, tersenyum, gembira, terhibur, tepuk tangan, ekspresi kepuasan. Jelek? Dia tidak mau membohongi diri. Dia bilang tidak suka, namun dia berusaha untuk memahami. Dia percaya dengan begitu dia akan bertambah “kaya”.

Si Usang tidak berkecil hati dengan keadaannya sekarang. Ketika dia bukan siapa-siapa, dia memiliki kesempatan belajar yang lebih banyak daripada orang lain. Dia bebas berekspresi tanpa takut diperhatikan orang. Dia selalu menganalisis. Dia selalu belajar. Menambah wawasan, menambah pengalaman, mengumpulkan modal. Dunia ini terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.

Si Usang juga berlaku baik pada semua orang. Si Usang suka membantu. Dia sering membantu temannya menyelesaikan masalah, setidaknya dia berperan menemani dalam menghadapi masalah. Dia selalu berpesan untuk jangan pernah menyesal terhadap suatu hal. ”Hidup ini terlalu indah untuk sekedar menyesal, sekecil apapun hal itu pasti ada hikmahnya, percayalah pasti akan berguna, setidaknya menambah pengalaman hidupmu kelak,” kata Si Usang sembari tersenyum. Dia mengangkat temannya yang jatuh dan untuk kembali berlari lagi.

Namun Si Usang tetaplah manusia. Setiap manusia memiliki batas. Ada suatu saat dia menjadi benar-benar usang. Tergeletak tidak berguna begitu saja. Si Usang tidak bisa berjalan menunggu seseorang memapahnya. Teman-temannya sudah jauh berlari. Itu memang salahnya, ikut mengangkat tubuh temannya namun melupakan tubuhnya sendiri. Kini ketika tubuhnya terasa berat, mereka sudah lari. Tunggu! Bukankah sudah ada teknologi telepon, SMS, MMS, email, messenger, social network, bla..bla..bla…? Jadi bisa menjangkau mereka yang jauh. Yahh, itulah kelemahan teknologi, mereka tidak memiliki kepekaan.

Si Usang tidak bosan melakukan dan terus melakukan. Apapun itu, yang Si Usang ingin lakukan. Tidak mengharapkan akibat sekarang. Hanya terus saja melakukan. Nanti akan ada saatnya berakibat.

Minggu, 02 Mei 2010

nothing for everything

Seorang anak bangsa yang sadar bukanlah siapa-siapa jika dihadapkan pada tembok masyarakat yang bebal. Sebentar, saya akan menjelaskan apa itu sadar: mengerti apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan, setidaknya hal itu baik untuk kelangsungan bangsa. Mulai dari hal yang paling sepele pun.

Saya mulai bingung mendefinisikan, hehe. Begini saja, satu contoh kecil. Seorang mahasiswa yang sadar. Apakah dia bisa konsisten dalam melakukan kesadarannya dimanapun dia berada? Saya tebak: tidak selalu! Jika ada sampah tergeletak berserakan di lantai kampus, hati kecilnya berkata, "Ambil sampah itu dan membuang di tempat sampah."
Namun dia akan berpikir dua kali untuk melakukan apa kata hati kecilnya itu. Kenapa? Karena benturan tembok masyarakat yang bebal (itu). Karena masyarakat (kampus) terbiasa dengan sampah yang tergeletak berserakan seperti itu, maka akan menjadi pemandangan yang tabu (tidak biasa) jika kita "sok" untuk mengambil dan membuang sampah itu.

Percayalah! Sebenarnya masih banyak orang yang sadar di negara ini. Tapi kita masih "sungkan" untuk menunjukkan kesadaran kita. Jangankan untuk mengajak berubah, menunjukkan ke-"berubah"an diri kita saja, masih terbentur dengan kenyamanan mayoritas masyarakat yang tidak (belum) sadar.

Tapi saya yakin, suatu hari akan terjadi kesadaran di negara ini. Setidaknya saya akan berusaha untuk itu. :)