Minggu, 24 Oktober 2010

Efek Rumah Kaca: Punk!

Ups, tenang, bukannya Efek Rumah Kaca berganti aliran dari pop menjadi punk. Namun konser malam ini menunjukkan bahwa musik pop bagus milik Efek Rumah Kaca bisa dinikmati segala kalangan. Bukan hanya mahasiswa idealis yang merasa lirik ERK mewakili semangat perubahan. Bukan hanya penikmat musik indie yang lebih mengutamakan kualitas daripada pasar. Dan juga bukan hanya pecinta musik yang jujur dan kritis. Tapi konser malam ini membuka mata saya bahwa erk juga menjunjung tinggi semangat punk!

Konser malam ini bukanlah konser tunggal ERK ataupun konser band-band indie. Konser malam ini adalah sebuah pensi SMA, SMA 8 Malang lebih tepatnya. Beda dengan konser tunggal ERK atau konser band indie yang penontonnya lebih tersegmen, konser malam ini, yang lebih tepat disebut pensi, dipadati oleh anak-anak SMA. Baju cerah warna-warni dengan sablon gambar monster, kemeja kotak-kotak, kacamata besar dengan frame hitam tebal, dan celana skinny menjadi dress code tidak resmi. Anak-anak muda modis memadati lapangan basket Smarihasta (nama keren SMA 8 Malang). Dan saya juga sedikit terganggu dengan empat orang gerombolan punk yang berlalu lalang didepan saya.

Namun ketika ERK mulai menyanyikan lagu pertamanya, yaitu Jalang, keempat orang berpenampilan punk itu benar-benar bernyanyi dari hati sambil melonjak-lonjak. Betapa mereka sangat merasuk dalam lagu tersebut, tersingkir namun tetap bertahan. Sehabis lagupertama, salah seorang dari mereka yang berpakaian paling punk dan militan berteriak "Balerinaaa!!!" Entah, karena teriakannya atau memang kebetulan sama dengan set listnya, ERK pun melantunkan lagu keduanya, Balerina. Tentu saja mereka senang bukan kepalang dan mulai berdansa heboh di tengah pemuda-pemuda SMA yang sedang bingung mencerna lagu.

Lagu-lagu selanjutnya pun sangat merepresentasikan semangat mereka, semangat jujur dalam hidup, apa adanya. Seperti yang kita ketahui lirik-lirik ERK merupakan lirik yang "beda", lirik yang kritis, jujur, dan tidak terdistorsi pasar. Seperti pada lagu Mosi Tidak Percaya yang menyerukan ketidakpuasan terhadap wakil rakyat, saya melihat mereka menyanyikannya dengan hati. Melontarkan demo tanpa harus bertindak anarkis.
Juga pada lagu Di Udara, mereka meneriakkan solidaritasnya terhadap Munir sekaligus protes terhadap kekangan menyuarakan pendapat.

Salut, saya sangat salut pada mereka. Empat orang punk yang menghidupi punk-nya di jalan yang benar. Saya seperti membaca pesan yang melekat di setiap jalannya, "Biarlah kami berpenampilan sesuka kami, namun berjalan di jalan yang kami yakini benar. Benar kami idealis kami tidak merugikan orang lain."

NB: Malah saya sangat risih dengan anak-anak berpenampilan baik di belakang saya yang menilai musik ERK adalah musik yang bernada aneh. Ah, jika sedikit perbedaan kalian sebut aneh, maka kalian tidak akan kemana-mana.. FUCk MAJOR, GO PUNK!

Rabu, 20 Oktober 2010

Hirau Kacau

Hari ini saya dimintai tolong seorang teman untuk pindahan kamar kos. Sebenarnya sih lebih ke tukar kamar. Karena teman saya lainnya, yang kamarnya mau ditukar lagi pulang kampung, maka kami bergotong royong "boyongan". Oke, seperti biasa saya selalu total membantu. Bagian kuli, tukang sapu serahkan pada saya! Hahaha. Dorong mendorong lemari penuh isi dari satu kamar ke kamar lain. Membutuhkan filter ekstra untuk bernafas, karena udara penuh debu. Hingga menata ulang jalur perkabelan dan kamar baru yang bersih dan nyaman siap ditempati. Puas dan beristirahat sejenak menikmati suasana baru.

Selesai? Tidak, mereka melupakan kamar satunya. Kacau balau! Habis manis sepah dibuang. Kotor? Jelas! Berserakan? Pasti! Dan ketika ajakan itu berbalas apatis, hanya kesadaran yang mampu memberi solusi. Yup! Akhirnya sayalah yang membereskan kamar satunya lagi. Membersihkan, merapikan setidaknya hingga layak untuk dibuat tidur.

Bukan apa-apa, namun disini juga ada dua kepentingan. Bukan karena sudah tukar kamar, maka teman saya yang pulang kampung itu harus bekerja sendiri merapikan kamarnya. Namun bagaimana menyelesaikan suatu pekerjaan secara tuntas. Tidak setengah-setengah.

Hiraulah pada kacau. Perbaikilah selagi kita mampu. Setidaknya kita berperan semampu kita dan sesuai kapasitas kita. Kacau terlalu manja jika kita bersikap apatis. Bisa-bisa kita akan terbiasa dengan kacau. Namun juga tidak membenarkan dengan anarki, mungkin peduli terdengar lebih baik, hehehe.

Dan masih hari ini. Ternyata banyak teman-teman di luar sana yang menghabiskan harinya dengan demo. Menyuarakan protes terhadap kinerja pemerintah. Dengan lantang memaparkan ketidakbecusan SBY dan Boediono dalam setahun terakhir. Mengkritisi berbagai sektor. Mulai pendidikan hingga kesejahteraan masyarakat. Mereka melancarkan aksinya dengan berbagai cara. Melakukan segalanya demi menyampaikan aspirasi. Saya sangat salut terhadap kepedulian mereka terhadap negara. Mereka bertujuan untuk kebaikan bersama. Intelejen-intelejan muda tersebut beraksi demi kemajuan bangsa dan kesejahteraan bersama. Menurut saya mereka telah hirau terhadap kekacauan negeri ini. Hebat!

Namun yang sangat disayangkan, masih ada kerusuhan yang membuntuti setiap aksi demo tersebut. Kembali anarkis menjadi jalan pintas untuk pelampiasan ketidakpuasan. Hampir semua media sore tadi memberitakan tentang kerusuhan yang terjadi di setiap aksi demo yang digelar. Anarki dari intelejen muda sampai anarki dari bapak polisi.

Di saat yang sama apa yang sedang dilakukan SBY dan Boediono di ruang kerjanya yang nyaman? Masih berpura-pura tuli, buta, dan terus bisu? Kapankah Anda yang terhormat sekalian menjadi peka dan menghiraukan kekacauan ini? Mungkin ini tidak ada apa-apanya dibandingkan bencana yang menimpa Wasior, namun tetap saja perlu diperhatikan. Saya yakin jika siang tadi Anda yang terhormat mau bersikap gentle dengan menggelar pidato terbuka menanggapi aksi demo tersebut, akan menyita perhatian para pendemo tersebut. Dengan pidato memberi saluran aspirasi atau setidaknya kata-kata dari pemimpin yang dapat mendinginkan hati teman-teman di jalan. Seruan ajakan membangun bersama. Bukankah "Bersama Kita Bisa"? Atau karena sudah berubah ke "Lanjutkan"? Tenang, jangan dilanjutkan pencitraan saja itu, kami tidak akan melabeli "obral janji", karena label itu sudah paten milik anggota dewan.

Mungkin dengan pidato satu tahun para pendemo dan polisi akan memperhatikan dengan seksama, Anda, SBY ahli dalam mengolah kata, tidak memalukan untuk kembali menyuarakan pidato patriotis! Lebih terbuka dan dekat dengan rakyat..

Apa yang Anda lakukan sore tadi sambil melihat berita di TV? Mungkin Anda menangis, karena saya hampir menangis..

Minggu, 10 Oktober 2010

Jalanan Dinding Kapitalis


Sebenarnya film ini merupakan sekuel dari Wall Street (1987). Rentang waktu 23 tahun tidak menyurutkan sutradara Oliver Stone untuk melanjutkan film ini. Apalagi keadaan (krisis global 2008) yang mendukung untuk kembali mengangkat tema pasar uang ini. Deskripsi keterpurukan karena krisis global sangat kentara karena sang penulis film, Allan Loeb merupakan broker bersertifikat yang pernah terpengaruh langsung oleh skandal Bernard Madoff pada masanya. Pemeran utama, Gordon Gekko diperankan oleh Michael Douglas, seperti pada prekuelnya. Peran yang membawanya meraih Piala Oscar sebagai Aktor Utama Terbaik pada 1988. Shia LaBeouf (bintang Transformers) sebagai Jacob Moore, seorang pialang muda yang cerdas, ambisius dan "lurus". Carey Mulligan sebagai Winnie Gekko, putri Gordon sekaligus pacar Jacob.

part 1: pelajaran berharga

Pada awal-awal film kita langsung disuguhkan betapa carut marut rumitnya suasana Wall Street. Kebanyakan laki-laki matang dengan setelan jas rapi, kesibukan, konsentrasi, angka-angka yang terus bergerak dalam monitor, nominal-nominal yang tak terbayangkan, hingga telepon yang terus berdering. Bagi orang yang awam terhadap dunia pasar uang, hal ini tentu saja membosankan dan ya, mengantukkan. Juga berlaku bagi saya, walaupun saya mahasiswa akuntansi yang notabene mempelajari pasar uang, namun saya tak kuasa menahan kantuk juga jika dicekoki istilah-istilah bursa saham secara bertubi-tubi. Namun di sisi lain kita juga bisa belajar bagaimana gambaran suasana di bursa efek dan intrik-intrik di dalamnya.

Pelajaran lain dituangkan dalam buku yang ditulis Gordon Gekko yang berjudul "Is Greed Good?" Dalam bukunya ini, Gekko memperingatkan pada pelaku ekonomi AS bahwa kerakusan yang dituangkan dalam spekulasi akan membawa kehancuran bagi perekonomian AS. Kemudian dalam salah satu acara bedah bukunya, Gekko mencontohkan bahayanya derifatif pinjaman. Dimana Bank berhak menggunakan uang yang disimpan untuk berbagai macam investasi lainnya.

Selain itu, saya juga menangkap adegan yang mengingatkan saya tentang kondisi di mana Sri Mulyani dan Boediono dulu memutuskan untuk mem-bailout Bank Century. Yaitu adegan saat Keller Zabel memohon bailout pada Bank Federal AS. Sangat mirip, juga dengan embel-embel "sistemik"-nya, hehehe.

Bagian pertama yang bisa saya dapat ini merupakan pelajaran mengenai gambaran langsung krisis 2008 yang disebabkan oleh Lehmann Brothers tersebut.

part 2: kuasa kapitalis

Salah satu dialog yang masih terngiang ketika Jacob marah kepada Bretton ketika mengetahui bahwa investor yang seharusnya digunakan untuk energi fusi bahan bakar air malah digunakan untuk investasi lain. Kurang lebihnya begini:

Bretton: "Kau ini kapitalis atau idealis?"
Jacob: "Realistis!"

Kondisi yang ada, Jacob sangat berharap mendapat sodoran dana USD 100 juta untuk energi fusi bahan bakar air yang dinilai sangat potensial untuk umat manusia. Namun pada akhirnya dana digunakan untuk investasi lain dengan pertimbangan bisnis (bisa lebih menguntungkan).

Adegan Bretton yang mempertanyakan pandangan Jacob ini seakan-akan menaruh bahwa idealis menjadi sesuatu yang tidak lagi populer. Bahkan Jacob yang "lurus" pun segan untuk mengakui idealismenya dengan mengalihkannya dengan realistis. Ya, dan kapitalis pun semakin merajalela. Faham ini pun telah menjadi alasan dalam pengambilan keputusan.

Secara keseluruhan film ini memang menceritakan tentang keserakahan para kapitalis. Penuh intrik, mengesampingkan hati nurani dan sportivitas, dan menjunjung tinggi kekayaan dunia. Saling telikung dengan segala cara tanpa peduli hubungan darah, lagi-lagi karena kekayaan.

Sudah ah, saya terlalu malas dan muak membahasnya...

part 3: drama

Cerita drama antara Jacob dan Winnie yang dipengaruhi oleh Gordon cukup membantu untuk memahami bagaimana jatuh bangunnya Wall Street. Jacob yang cerdas, jujur, dan menggebu-gebu dilengkapi dengan tulusnya Winnie menghadapi darah dingin Gordon. Tanpa mengesampingkan peran lain, akting ketiga peran utama tersebut cukup membuat naik turunnya emosi bersamaan dengan jatuh bangunnya saham Wall Street.

Sebenarnya drama yang disuguhkan merupakan drama biasa, namun entah kenapa cerita antar tokohnya malah menguatkan inti pesan film ini.

------------------------------------------------------------

Yahh, permisi para pecinta film. Saya bukan seorang reviewer, hanya berbagi ekspresi saja. Saya hanya menuangkan yang dirasa saja. Oiya, walaupun saya mahasiswa akuntansi, tetap saja saya mengantuk di awal-awal film. Karena saya sejak awal sudah agak antipati terhadap pasar uang. Saya agak berpandangan sempit pada bursa saham. Saya masih mempertanyakan di mana letak usaha dari pekerjaan ini. Walaupun saya tau dunia sudah sangat berkembang, juga mengenai definisi usaha (mungkin), hehehe. Dan yang memprihatinkan, pasar ini menyangkut hajat hidup orang banyak, perekonomian dunia. Semoga mereka bisa mempergunakan dengan bijak.

...karena hingga akhir film, belum ada ajakan atau pesan "lebih bijak dalam stock market dan lebih mementingkan kepentingan bersama..."

mudik dari jalur yang salah

Rasanya sudah lama sekali saya meninggalkan blog ini. Sebulan lebih deh kayaknya... Sebenarnya banyak yang pengen saya tulis dari sebulan lebih itu, banyak sekali. Namun entah kenapa saya belum juga beranjak. Ya, saya kira saya keluar jalur. Keluar jauh dari logika ideal saya. Saya terlalu gila dan memilih untuk bergerak. Keluar jalur.

Pembenaran kali ini, jika saya menunggu sinkronasi dengan logika ideal saya, maka saya tidak akan beranjak juga. Jalur tidak ideal ini saya ibaratkan sebagai ajang pembelajaran saja, hehehe :p

Apapun itu saya telah melangkah, walaupun itu keluar jalur tetap saja jalur saya. Tidak bijak jika saya menyesalinya, maka dimaksimalkan saja. Dan ketika saya menyadarinya, maka jalur saya pun semakin banyak...