Selasa, 26 Juli 2011

Dibalik Layar 21

Bagaimana reaksi teman-teman ketika ada kabar bahwa film impor populer (Hollywood) tidak lagi masuk ke bioskop Indonesia? Reaksi awal kita pasti berkomentar menghujat pemerintah sebagai ungkapan kekecewaan terhadap pemblokiran film asing ini. Salah satu komentar penggemar film Box Office mungkin seperti ini, “Apakah kita sudah tidak boleh menonton film berkualitas, dan disuguhkan film tidak berkualitas seperti film-film hantu yang berbau seks?” Saya paham kekecewaan itu, bahkan seorang teman sampai terlihat kebingungan, atau bahkan bisa disebut kehilangan harapan. Bahkan tak sedikit pula yang mengancam akan memilih melancong ke Singapore demi menonton premiere film-film tersebut.

Sampai minggu lalu ketika muncul berita bahwa film Harry Potter dan Transformers terbaru telah masuk ke LSF dan akan segera tayang membuat para penggemar film berteriak gembira. Berita ini semacam berkah tersendiri bagi penggila film-film tersebut.

Saya bertanya-tanya, setelah sekian banyak olok-olok yang mereka lempar baik dalam obrolan atau social media,apakah mereka kini akan berterima kasih dan memuji-muji Menbudpar yang paling berperan dalam kembalinya film Box Office ke Indonesia ini? Hehehe.

Saya pribadi tidak terlalu concern dengan masalah ini. Setelah begitu mudahnya mendownload film dan tersedia di warnet-warnet, saya jadi tidak begitu peduli dengan kasus ini. Toh, saya juga jarang nonton di bioskop. Hihihi.

Hingga pada tanggal 21 Juli kemarin, saya pantengin twit @aparatmati yang sedang me-retweet kultwit @ilham_bintang tentang kisruh film impor ini. Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah kalian para die hard fans Harry Potter dan Transformers dan X-Men, dan apa saja itu, apakah kalian pernah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik ini semua?

Setelah saya baca kultwit Pak Ilham Bintang yang merupakan Pemimpin redaksi Tabloid Cek dan Ricek ini saya sedikit banyak paham kasus yang sedang terjadi ini. Dan jika ditelusuri lebih jauh, ujung-ujungnya ada campur tangan politis di dalam masalah ini. Saya cuma ingin menunjukkan fakta-fakta sederhana dibalik layar 21 ini.

Sebelumnya kita harus paham, bahwa film-film impor itu bisa tayang karena ada perusahaan film impor yang memang bisnisnya mengimpor film dan menayangkannya di bioskop-bioskop Indonesia. Layaknya barang impor, maka setiap barang impor tentunya harus dibebani pajak bea cukai. Di-stop-nya film Box Office beberapa waktu yang lalu itu karena perusahaan pengimpor film-film Hollywood itu, Camila Internusa Film dan PT Satrya Perkasa Esthetika masih memiliki kewajiban membayar bea masuk dan denda sebesar 250 milyar rupiah yang jatuh tempo pada 12 Maret kemarin. Jadi wajar kan perusahaan mereka diblokir dan diharuskan melunasi kewajibannya, karena itu uang Negara yang dikemplang.

Nah, angin segar yang berhembus bagi penggemar film kemarin itu karena muncul perusahaan film baru yang bersedia mengimpor film-film Box Office tersebut yang harganya tentu juga sangat tinggi. Perusahaan tersebut adalah PT Omega Film. Namun JB Kristanto, seorang kritikus film dalam tulisannya di Kompas membuktikan bahwa PT Omega Film ini adalah “pemain lama”, yaitu didirikan oleh orang-orang dari perusahaan film yang diblokir tadi. Dan PT Omega Film ini dikesankan sebagai perusahaan baru yang artinya tidak harus memiliki kewajiban membayar 250 milyar rupiah itu.

Loh, tapi kan urusannya tetap pada Camila dan Satrya Internusa? Adalah sebuah kebebasan jika muncul perusahaan baru, Omega. Di sini liciknya mereka. Para owner dan direksi Camila dan Satrya rame-rame mengundurkan diri dan digantikan para karyawan kecil (lower level). Sehingga jika kedua perusahaan tersebut tidak bisa melunasi hutang pajaknya dan dilakukan penyitaan asset, Negara hanya dapat sepeda motor dan rumah BTN.

Lalu dimana pertanggungjawaban mereka terhadap Negara? Setelah sekian lama mereka menikmati guyuran rupiah dari antusiasme masyarakat Indonesia, seharusnya mereka juga harus membayar kewajiban kepada Negara. Oke, pandangan kasarnya, jika pajaknya saja 250 milyar, tentu laba dan penghasilannya pun berkali-kali lipat. Iya, kan?

Permasalahan ini pun menjadi “pertengkaran” di tingkat menteri. Yaitu Menbudpar yang mendukung Omega dan di sisi satunya Menkeu yang bersikeras memblokir Omega melakukan bisnisnya sebelum melunasi kewajiban pendahulunya itu. Tapi saya kira tidak perlu saya tuliskan karena nanti akan mencakup berbagai hal, mulai nasionalisme hingga adanya kepentingan politis dari lingkup Cikeas di balik kasus ini. Belum lagi adanya isu monopoli dari PT Omega dan juga yang telah dilakukan pendahulunya, yang anehnya sangat didukung MPAA (Motion Picture Association of America) produsen film-film Box Office tersebut. Jelas sangat aneh jika menilik bahwa Amerika adalah Negara yang menggembar-gemborkan free market.

Ini hanya pemaparan sederhana, pemaparan “gampang-gampangan”. Dan, yaah, seperti inilah kenyataannya. Saya sih sedikit merasa bersalah, karena juga sedikit nonton bioskop. Karena sedikit pula uang yang saya bayar yang harusnya dibayarkan ke Negara tetapi tidak dibayarkan oleh perusahaan impor film tersebut, hehe.

Lalu apa solusi saya jika ingin nonton film-film tersebut? Walaupun sama-sama ilegalnya, tapi saya lebih nyaman nonton dari hasil download-an atau beli dvd bajakan. Jika saya harus menjadi pencuri, maka saya memilih menjadi Robin Hood. Jadi masih oke lah merugikan produsen film Amerika daripada merugikan Negara, hehehe. Atau jika mau lebih beradab ya kita nyewa aja di tempat rental vcd/dvd.


Pertanyaan terakhir saya, bagaimana menurut kalian yang menganggap bioskop sebagai “tempat ibadah” setelah mengetahui bahwa apa yang dipujanya ternyata tidak suci?

Minggu, 24 Juli 2011

Debut Bagus Wim Atas Pertolongan Riedl

Kemarin malam (23/7) Timnas Indonesia berhasil menahan imbang tuan rumah Turkmenistan dalam pertandingan preliminary Piala Dunia 2014. Bagi masyarakat bola Indonesia, hal ini merupakan suatu prestasi tersendiri bagi kepengurusan PSSI yang baru. Dengan mengeyampingkan bahwa posisi Turkmenistan yang berada di bawah Indonesia dalam peringkat FIFA, namun kondisi PSSI belakangan ini jelas sangat mengganggu persiapan dan konsentrasi Timnas Indonesia.

Mulai dari pelaksanaan Kongres PSSI di Pekanbaru, munculnya Kelompok 78, pembentukan Tim Normalisasi, hingga Kongres Luar Biasa yang terjadi dua kali. Kongres Luar Biasa PSSI yang kedua pada tanggal 9 Juli 2011 berhasil memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan Anggota Exco PSSI. Tidak berhenti di situ, pemanggilan pemusatan latihan Timnas yang terus diundur pun harus menerima keputusan tidak popular yang diambil Ketua Umum PSSI yang baru,
Djohar Arifin, yaitu pemecatan pelatih Alfred Riedl.

Terhitung sejak 13 Juli 2011, Alfred Riedl sudah tidak lagi menangani Timnas Indonesia. Berbagai alasan dikemukakan oleh Djohar Arifin, mulai untuk penyegaran hingga masalah kontrak. Riedl pun tidak tinggal diam dan mengancam akan membawa kasus ini ke FIFA. Bahkan hingga detik ini masalah ini masih belum menemui titik terang.

Pada tanggal 13 Juli 2011 pula, PSSI mengumumkan bahwa Timnas akan diganti oleh Wim Rijsbergen. Pelatih yang saat ditunjuk masih menjabat sebagai pelatih PSM Makassar dan dengan curriculum vitae pernah menjadi asisten pelatih Trinidad&Tobago dalam Piala Dunia 2006. Mungkin mayoritas penggila bola tanah air masih asing dengan nama ini. Dan kita tentu saja bertanya-tanya apakah bisa pelatih yang belum begitu mengenal karakter pemain Indonesia (Wim baru menukangi PSM pada Januari 2011) membawa kita lolos dari hadangan Turkmenistan hanya dalam waktu kurang dari 10 hari?

Pada latihan-latihan awal Timnas pun Wim hanya mengamati dari pinggir lapangan, Timnas berlatih atas arahan Asisten Pelatih Rahmad Darmawan. Wim berkoar pada media massa bahwa dia akan mengusung strategi menyerang dengan formasi 4-3-3 dikombinasikan dengan 4-2-3-1. “Saya ingin Timnas memainkan sepakbola kreatif dan ofensif. Kalau Anda melihat bagaimana Spanyol dan Barcelona main, ya seperti itulah kira-kira saya ingin membentuk timnas.”

Optimisme Wim memang patut diacungi jempol. Dia menebarkan komentar-komentar positif daripada mengumbar keluhan-keluhan seperti yang dilontarkan pelatih-pelatih Timnas sebelumnya sebagai antisipasi dari ekspektasi berlebihan masyarakata Indonesia. Namun pertanyaannya, bukankah tim-tim yang disebutkan Wim, Spanyol dan Barcelona tidak terbentuk begitu saja? Pasti perlu proses yang panjang. Ditambah pula pergantian strategi yang begitu frontal. Belum juga mempertimbangkan adaptasi pemain. Dan lagi-lagi waktu yang cuma dalam hitungan hari.



Pertandingan kemarin memang patut disyukuri karena kita bisa menahan imbang tuan rumah Turkmenistan. Apalagi dengan mencuri gol di kandang lawan, akan semakin memudahkan langkah kita di leg kedua pada Kamis, 28 Juli nanti. Cukup dengan hasil 0-0 kita bisa lolos ke babak selanjutnya.

Menepikan fakta bahwa lapangan Olympic Stadium, Ashgabat memang benar-benar buruk dan juga gagalnya dua punggawa Timnas (Toni Sucipto dan Wahyu Wijiasnanto) yang gagal berangkat karena masalah visa, permainan Timnas Indonesia kemarin patut diberi apresiasi. Stamina, faktor yang sangat ditakutkan ternyata tidak benar-benar terbukti. Bahkan kita baru melakukan pergantian pemain pada menit ke-86 (Supardi menggantikan M. Nasuha).

Timnas memang sempat gugup di awal pertandingan sehingga kemasukan gol pada menit ke-11 melalui tendangan bebas Krendelev Vyacheslav. Namun setelah itu berangsur kita bisa menguasai pertandingan dengan memainkan bola di lapangan tengah oleh Ahmad Bustomi dan Firman Utina sebelum melebar ke sayap.

Menurut saya pola yang diterapkan Timnas kemarin adalah pola peninggalan Alfred Riedl. Dengan formasi awal 4-4-2 konvensional (bukan 4-3-3 atau 4-2-3-1 seperti yang dikoarkan) dan penempatan pemain seperti era Riedl. Zulkifly (bek kanan) dan M. Nasuha (bek kiri) adalah peninggalan Riedl. Lapangan tengah masih dikuasai Ahmad Bustomi dan Firman Utina yang berperan lebih sebagai Central Midfielder daripada Attacking Midfielder. Dan tentu saja sang Target Man Christian Gonzales yang ditinggal sendirian di depan.

Secara permainan pun masih belum menuju ke arah permainan cantik seperti yang dijanjikan Wim. Mungkin memang karena faktor buruknya lapangan sehingga permainan pendek ala Spanyol dan Barcelona urung terlihat. Kemarin Timnas masih mengandalkan lebar lapangan yang diisi oleh M. Ridwan dan M. Ilham untuk menusuk dan sesekali dibantu Zulkifly dan M. Nasuha. Ahmada Bustomi dan Firman Utina hanya sebagai peredam serangan pertama dan juga jembatan untuk dialirkan ke sisi lapangan. Jika mentok maka pemain belakang akan langsung melayangkan bola daerah kepada Boaz.

Seperti yang dikatakan Benny Dollo dalam sebuah media sebelum pertandingan, “Timnas sebaiknya tidak mengubah gaya bermain seperti taktik yang pernah diajarkan Alfred Riedl. Saat AFF lalu, para pemain sudah terlihat sangat kompak. Riskan bagi mereka jika harus mengikuti strategi dari Wim Rijsbergen.”

Pada kenyataannya (menurut saya) Timnas memang masih menggunakan strategi Alfred Riedl. Entah karena Toni Sucipto tidak jadi berangkat, yang tadinya akan menjadi tandem Ahmad Bustomi di posisi gelandang bertahan, sehingga tidak memungkinkan menggunakan formasi 4-2-3-1, yang jelas 4-4-2 versi Riedl kemarin berhasil menahan imbang Turkmenistan.

Namun kredit untuk Wim, sepertinya Wim telah membenahi mental bertanding Timnas Indonesia. Pada media dia pernah menyebutkan bahwa mental pemain adalah fokus utamanya. “Dalam latihan saya akan memperbaiki mental pemain dan membuat mereka termotivasi memenangkan pertandingan,” tuturnya. Dan seperti yang telah kita lihat bersama, Timnas kemarin sangat termotivasi dan bertarung mengerahkan seluruh tenaganya mengalahkan cuaca panas, lapangan buruk, dan masalah stamina.

Terlepas dari itu semua, ini adalah awal yang bagus buat Wim Rijsbergen. Untuk PSSI, segera tuntaskan kontrak Wim Rijsbergen, jangan membuat kesalahan sebagaimana yang telah kalian permasalahkan (kontrak Alfred Riedl). Dan untuk Wim, teruslah menebar optimisme. Bukan tidak mungkin kau membawa Timnas ke Piala Dunia seperti yang telah kau lakukan untuk Trinidad&Tobago. Bawa Garuda terbang ke Brasil pada 2014. Amin.

Selasa, 19 Juli 2011

BBM sosial yang tidak disosialisasi

Jaman sekarang, siapa pemuda yang tidak memiliki motor pribadi? Saya yakin sebagian besar pemuda memiliki motor pribadi. Mungkin bisa jadi hadiah ulang tahun ke-17. Namun yang lebih marak adalah sebagai hadiah naik kelas. Masuk SMA bisa tidak bisa harus dibelikan motor, malu sama temennya yang udah bawa motor sendiri sejak SMP. Masuk kuliah harus bawa motor, kan buat transportasi di kota perantauan. Atau mungkin bagi yang agak kaya dibelikan mobil atas nama gengsi. Mobil berpenumpang 4 orang tapi yang 3 mubadzir.

Ada joke di kalangan anak muda, “Melihat seseorang itu jangan dari penampilannya, tapi dari kepribadiannya. Motor pribadi, mobil pribadi, rumah pribadi, dll.” Hehehe. Yeah. Ternyata banyak juga pemuda yang menangkap serius guyonan itu. Setidaknya kendaraan pribadi menjadi kebutuhan penting, (bahkan wajib). Atau mungkin memeiliki motor pribadi adalah hak sebagai anak.

Lalu mari kita berkhayal bertanya mereka apa motivasi memiliki motor pribadi. Mungkin ada yang menjawab, “Aku kan udah SMA, ya sudah seharusnya dong dibeliin motor.” Ada juga, “Temen-temenku pada punya motor semua masa aku gak?” Lalu, “Kemarin papa kan sudah janji kalo aku masuk SMA 2 aku dibeliin mobil.” Atau yang paling standar, “Ya, sebagai alat transportasilah..”

Hmm.. Berarti potret pemuda sekarang ini seperti gerakan “1 siswa 1 sepeda motor”. Hehehe. Okelah, mereka tumbuh dan mobilisasi semakin tinggi, maka sangat butuh alat transportasi pribadi. Namun, sayangnya penggunaan transportasi ini juga keterlaluan. Kadang cuma ke warung yang jaraknya 20 m saja kita menggunakan sepeda motor. Ya kan?

Q: Heh, kamu ini sensi sekali kayak gak punya motor aja, kayak pas SMA gak minta motor aja!!!

A: Well, saya praktis gak punya motor pribadi sejak tahun ketiga kuliah. Motor saya, saya kasihkan saudara saya yang lebih butuh kendaraan. Ya, SMA saya juga pake motor untuk transportasi, tapi saya tidak minta, saya pake motor yang ada di rumah.
Bukan apa-apa, tapi yang saya sayangkan adalah konsumsi kendaraan bermotor yang sangat berlebihan. Setidaknya hampir setiap rumah di Indonesia memiliki satu sepeda motor (bahkan lebih). Menjamurnya motor seiring dengan maraknya perusahaan perkreditan. Belum mapan? Tenang, Anda bisa mengangsur selama 5 tahun!!! Alamaaak! Demi gengsi motor semata!

Konsumsi kendaraan bermotor yang berlebihan sejalan dengan konsumsi BBM (premium) yang semakin gila-gilaan. Yang kita konsumsi itu adalah BBM bersubsidi yang mana sebenarnya ditujukan untuk golongan masyarakat tidak mampu. Tapi pada prakteknya belum tepat sasaran. Karena penikmat BBM bersubsidi ini mayoritas masih masyarakat menengah ke atas.

Lalu ketika tersiar isu harga BBM akan naik kita beramai-ramai menghujat pemerintah. Berteriak-teriak pemerintah tidak adil hingga mencap pemerintah tidak pro-rakyat kecil.

Sebentar, apa sih BBM bersubsidi itu? Gampangnya, kita tuh beli bensin yang sudah didiskon pemerintah. Jadi bensin yang kita pakai ke mana-mana itu adalah bensin yang pembayarannya dibantu pemerintah melalui APBN. Sudah gini aja, bagi yang masih tanya uang pajak kita dibuat apa, kongretnya salah satunya dipakai buat motong harga bensin kita itu.

FYI, APBN untuk subsidi BBM di tahun 2011 adalah sebesar 95 triliun rupiah. Inipun bukan tanpa perhitungan dan sudah meningkat sekitar 5% dari jumlah APBN 2010. Namun parahnya, hingga semester pertama 2011 ini kita sudah menggunakannya hampir 60%. Jadi buat bantu kita beli bensin, hingga sekarang pemerintah sudah menghabiskan kurang lebih 57 triliun rupiah.

Nah, karena hingga pertengahan tahun kita sudah menghabiskan hampir 60%, jika tidak ada perubahan APBN kemungkinan subsidi akan habis sebelum akhir tahun. Kalau mau fair, jika subsidi habis maka mau tidak mau kita harus menerima resiko harga BBM (premium) akan naik. Cukup adil kan? Toh kita sendiri yang mengkonsumsi.

Hal-hal semacam inilah yang sering diabaikan masyarakat. Mereka tidak mau tahu dan hanya menuntut. Disayangkan juga pola hidup mereka yang mulai bergantung pada kendaraan bermotor. Bergantung pada kendaraan bermotor berarti bergantung pula pada BBM. Dan mereka hanya paham harga BBM 4500 adalah harga wajar, masa bodoh apa itu subsidi dan bagaimana fluktuasi harga minyak dunia.

Yahh..ini bukan analisis mendalam para ekonom. Juga bukan prediksi pintar para ahli. Ini cuma merupakan potret sederhana kondisi saat ini. Saya masih percaya hukum timbal balik. Kalau mau dipahami orang, maka kita harus memahami orang lain. Jika kita mau pemerintah memahami kesulitan kita, kita juga harus paham bagaimana sulitnya posisi pemerintah. Saling bekerjasama saja lah. Jika kita tidak mau subsidi BBM dicabut, maka kita juga harus dengan bijak menggunakannya.

Sabtu, 16 Juli 2011

Stroke Life Style

Beberapa minggu yang lalu ayah saya masuk rumah sakit dan didiagnosa terkena stroke ringan. Ada sumbatan di pembuluh darah pada otak kiri dan menyebabkan mati rasa di seluruh tubuh bagian kanan. Masih bisa digerakin sih, tapi mati rasa.

Kalau tidak salah penyebab dari stroke adalah gaya hidup yang tidak sehat. Mulai dari makanan yang berkolesterol dan mengandung lemak tinggi dan rendah serat, makanan siap saji dan juga jarang berolah raga. Memang sih, ini menjadi puncak gunung es kehidupan orang kantoran, makan enak dan jarang berolah raga.

Hal ini membuat saya mengingat-ingat, ayah saya yang termasuk "orang dulu" sering bercerita kalau berangkat ke sekolah beliau harus berjalan kaki sekitar 10km setiap harinya. Orang dulu makanannya juga masih terbilang sehat. Belum mengenal fastfood (junkfood), makan seafood juga jarang.

Nah! Bandingkan dengan gaya hidup kita (pemuda) sekarang???? Berapa kali dalam sebulan kita mengkonsumsi makanan cepat saji? Kapan terakhir kita berkeringat bukan karena kepanasan?

Kehidupan modern memaksa kita untuk serba cepat dan instan. Semakin hari kita semakin bergantung pada mesin. Mau makan tinggal telpon. Aktivitas seharian di depan layar kaca digital. Juga ketergantungan dengan alat bantu gerak bernama kendaraan bermotor.

Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Nah lo!

Yasudah, cuma mengingatkan saja. Tetap sehat ya, teman-teman! :D

Kamis, 07 Juli 2011

circuitsop

halo?

baik-baik saja di sini? di sana?

saya cuma menengok sebentar saja.

yah, beginilah..

circuit saya sedang stuck.

loh, bukankah ini halaman untuk menuangkannya?

sayangnya saat ini benar-benar sedang tidak bisa berputar.

saya tidak biasa membagi kabar buruk.

saya selalu lebih memilih diam.

saya terlalu egois untuk berbagi masalah.




iya, iya mblok, saya bukan superman.

saya cuma spiderman yang masih terombang-ambing.

yang masih bingung mau bercerita kepada siapa.

saya terlalu egois untuk menjadi egois.