Rabu, 07 September 2011

#Munir, The Guy Fawkes of Indonesia



7 September 2011

Timeline twitter saya penuh dengan hashtag #Munir. Avatar para following saya serentak berganti portrait Munir. Ya, hari ini mengenang 7 tahun kematian Munir.

Siapakah Munir? Awalnya saya cuma tau Munir adalah pahlawan HAM yang dibunuh dengan racun di pesawat. Itu saja.

Sampai kemarin, timeline layaknya buku sejarah bagi saya. Salah satu yang saya pantengin adalah @juliusibrani yang menceritakan Munir dari awal terjun ke pembelaan HAM yang kecil hingga pada membongkar kasus pelanggaran HAM yang menyangkut petinggi Negara dan akhirnya dibunuh secara detail. Ada juga timeline @AhmadErani yang bercerita Munir semasa masih menjadi aktivis. Betapa Munir sosok kecil tapi pemberani. Selalu menonjol di setiap diskusi.

Tidak perlu saya menjelaskan kembali sejarah Munir ini, silakan googling untuk mendapat data lengkapnya. Tapi dari kasus ini kita kembali diingatkan bahwa ada yang salah dengan Negara ini. Negara bebal ini. Bagaimana bisa kasus ini masih belum jelas pengungkapannya selama 7 tahun? Padahal pada 2004 SBY yang saat itu baru saja menjabat Presiden menjanjikan kasus ini akan selesai tidak sampai setahun.

Pembunuhan Munir ini merupakan operasi intelijen yang telah dirancang secara sistematis. Munir menjadi “orang yang harus dibunuh oleh Negara” karena akan mengadukan kasus-kasus pelanggaran HAM berat ke Badan HAM PBB di Den Haag. Beginilah sikap Negara terhadap orang yang menegakkan kebenaran. Saya yakin hal ini bisa digeneralisasikan ke semua aspek bangsa ini.

Betapa bobroknya Indonesia sebenarnya. Sial, saya selalu muak dengan kata intelijen. Seolah-olah rakyat dibutakan dengan manuver-manuver politik yang ada. Kita selalu disajikan masakan yang menarik tanpa diberi tahu cara memasaknya. Kita selalu disuguhkan lukisan indah tanpa sadar mereka melukisnya dengan cat atau dengan darah. Pikiran kita dikebiri tanpa sempat merasakan orgasme. Dan yang lebih menyedihkan, panggung media menjadi sarana yang sangat tepat bagi para politisi untuk menjadi yang paling tahu. SIALAN DENGAN SEMUA KEBOHONGAN INI!!!

Demokrasi? Jika pada tulisan-tulisan terdahulu saya masih bilang bahwa demokrasi kita premature, maka sekarang saya bilang demokrasi kita hanya sampul! Demokrasi kita hanya di permukaan. Dimana ketika kita mulai akan membaca buku Indonesia ini, kita akan menemui lembaran yang bebal.

Kenapa kasus yang sudah jelas-jelas pembunuhan berencana oleh Negara secara keji ini mengambang selama 7 tahun? Satu hal yang pasti tidak ada kemauan dari yang berwenang kasus ini tuntas. Para sahabat-sahabat Munir, para aktivis tak henti-hentinya bersuara. Tak henti-hentinya mengungkap fakta namun semua dihantam oleh tembok bebal yang bernama “yang berwenang”. Di sini kelemahan kita. System yang ada harus melalui prosedur “yang berwenang”. Dan kita semua tahu “yang berwenang” ini BAJINGAN. Lagi-lagi saya sakin hal ini juga bisa digeneralisasi untuk semua lapisan.

Garis merahnya adalah Negara sudah tidak sehat. Ketika kesehatan itu bernama kemanusiaan. Negara diatur untuk kepentingan pengaturnya sendiri. Rakyat bukan siapa-siapa. Rakyat tidak berwenang. Suara rakyat bukanlah suara Tuhan. Rakyat adalah bebek.



Saya jadi ingat film V for Vendetta. Pemerintahan dictator. Konspirasi-konspirasi busuk. Dan rakyat dibungkam ketakutan. Saya berani menaruh Indonesia di posisi Inggris di film itu. Lalu apa yang rakyat bisa lakukan? Tidak ada.

Maka muncullah sosok V yang dengan anarkismenya menghancurkan pemerintahan itu. Apa yang telah dilakukannya menularkan keberanian. Sosok yang mendobrak system. Berani mati demi kebenaran. Maka saya menempatkan V sebagai Munir.

MUNIR LEBIH DARI SEKEDAR PAHLAWAN HAM. MUNIR ADALAH PEJUANG SEBENARNYA DI ERA SETELAH KEMERDEKAAN. MUNIR BERANI MELAWAN PEMERINTAH DEMI MENEGAKKAN KEBENARAN.


Saya akan mengutip terjemahan intro dari V for Vendetta sebagai outro tulisan ini.

“Kita disuruh mengingat pemikirannya dan bukan orangnya karena manusia bisa gagal. Dia bisa tertangkap, bia bisa terbunuh dan terlupakan. Tapi pemikiran masih bisa mengubah dunia.”









Catatan:
1. Oleh karena itu, untuk mbak Suciwati dan para yang memperjuangkan Munir, kita tidak boleh berhenti dengan terungkapnya kasus kematian Munir ini. Kita juga harus terus meneruskan perjuangan Munir. Meneruskan kebenaran yang harus diungkap. Dosa bajingan-bajingan itu harus dipertanggungjawabkan. Jika perlu kita menapaktilasi Munir dengan mengadukannya ke Badan HAM PBB.

2. Idealnya tulisan ini lebih banyak umpatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar