Sabtu, 26 Februari 2011

Negeri Impian

Adakah hubungan antara wajibnya menonton infotainment di pagi hari dengan budaya ngerumpi ibu-ibu? Pas beli sayur di pasar, ketika sedang arisan, bahkan ketika pengajian belum dimulai.

Apakah ada korelasi antara menjamurnya berita kriminalitas di televisi pada siang hari dengan semakin maraknya kasus-kasus kriminalitas tersebut? Seakan-akan bahan pemberitaan kriminal tak ada habisnya setiap hari. Kriminalitas yang datang dari seluruh pelosok negeri diwartakan dengan berbagai macam motif dan cara.

Tolong beritahu saya pengaruh sinetron yang mendominasi malam hari dengan pembentukan karakter masyarakat Indonesia. Saling curiga dan berprasangka. Bangsa mellowdramatic dengan pola pikir yang lambat.

Dan apakah itu yang sangat berhasil menyita waktu kita? Ya, televisi. Kotak ajaib yang mempersembahkan dunia. Hanya dengan duduk diam di depannya dan dengan menatapnya takjub, kita bisa mempelajarai banyak hal. Sehingga tidak dipungkiri juga, acara televisi merupakan pembentuk opini publik yang paling ampuh. Kini televisi merupakan sesuatu yang sangat urgent dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai berita aktual di penjuru negeri dapat diketahui dengan mudah dan cepat.

Dwyer dalam Amalia (2008) menyebutkan bahwa:
  • Televisi sebagai media audio visual mampu merebut 94% saluran masuknya pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga.
  • Televisi mampu membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi maupun hanya sekali ditayangkan.
  • Secara umum orang akan ingat 85% dari apa yang mereka lihat di televisi setelah 3 jam kemudian dan 65% setelah 3 hari kemudian.
Lihat! Betapa vitalnya pengaruh televisi bagi keseharian kita. Terlebih, kini televisi menjadi sumber utama masuknya informasi. Kita lupa kalau memiliki fungsi filterisasi dalam masing-masing individu. Televisi semakin berkuasa.

Acara-acara di dalamnya dapat membius pemirsanya. Media yang seharusnya potensial untuk menjadi pendidik virtual ini pun terjangkit virus kapitalisme. Atas nama rating, tayangan "tidak mendidik" mendapat porsi utama, dan tayangan mendidik dianaktirikan. Dunia pertelevisian telah mengalami disorientasi untuk mendidik penontonnya.

Yang paling dikhawatirkan adalah jikalau televisi merubah karakter dan nilai-nilai kebudayaan daerah yang dijunjung. Di sini sisa-sisa efek sentralisasi masih terasa. Masyarakat daerah berlaku seragam, seseragam yang ditawarkan dalam acara seperti infotainment dan sinetron. Masyarakat pedesaan, dengan tingkat pendidikan yang masih kurang, riskan untuk menelan mentah-mentah tayangan-tayangan televisi itu.

Dalam Diansya (2009) terdapat penjabaran penelitian Olken yang telah mensurvei lebih dari 600 desa di Jatim dan Jateng, yang hasilnya antara lain:
  • Pedesaan dengan penerimaan sinyal televisi lebih bagus menunjukkan adanya partisipasi kegiatan sosial yang lebih rendah.
  • Di pedesaan itu juga terlihat adanya tingkat ketidakpercayaan yang lebih tinggi di antara penduduk yang berakibat pada lesunya kerjasama perekonomian dan perdagangan.
Nah lo!!!

-------------------------------------------------------------------

Apakah kita memimpikan negeri di mana masyarakatnya damai berdampingan? Sederhana dengan sosialisasi nyata. Jauh dari hingar-bingar kapitalis. Saling percaya antar warga. Berbusana dan berlaku apa adanya mencerminkan karakter pribadi yang saling melengkapi. Bukan karakter seragam yang telah terbentuk oleh televisi.

Adakah negeri impian itu?

Ada! Negeri Impian itu bernama Karimunjawa.

Negeri Impian yang damai. Dengan tingkat kepedulian tinggi, karena kepedulian itu tidak terserap di layar kaca. Listrik di Karimun hanya menyala saat hari gelap saja, yaitu antara jam 6 sore hingga jam 6 pagi. Jadi masyarakat Karimun terbebas dari televisi yang menyesatkan pada siang hari.

Nilai tambah lainnya adalah ditetapkannya Karimunjawa sebagai daerah wisata alam bahari. Wisata Karimunjawa hanya menawarkan keindahan alam laut dan pantainya. Dalam artian, wilayah Karimunjawa sebisa mungkin dijaga dari hingar bingar hiburan lainnya, seperti pub, kafe, dan semacamnya.

Yang paling membuat saya takjub adalah hampir tidak adanya kriminalitas di daerah ini. Pintu-pintu rumah penduduk hampir tidak pernah terkunci. Bahkan pintu di mana tempat menginap terbuka lebar sepanjang malam. Satu lagi fakta yang mencengangkan yaitu semua sepeda motor di Karimun diparkir dengan kunci kontak yang selalu terpasang. Ya, tak peduli siang atau malam, sepeda motor diparkir begitu saja. Bayangkan jika kebiasaan itu diterapkan di Surabaya, misalnya.

Mungkin masyarakat Karimun terselamatkan dari berita-berita kriminal yang belakangan semakin kreatif saja motifnya.

Itulah potret dari salah satu daerah (pedesaan) yang belum mendapat subsidi penuh dari PLN. Karena sumber listrik di Karimun berasal dari Pembangkit Listrik Daerah. Masih banyak daerah-daerah (pedesaan) di Indonesia yang bernasib serupa, namun sisi baiknya mereka masih sangat asli Indonesia.

Khusus untuk Karimunjawa, berkah ramahnya masyarakat ini masih ditambah dengan eloknya pemandangan pantai dan terumbu karang nan eksotis.

Sebagai penutup, saya menemukan artikel dari Majalah Tempo Online tertanggal 22 Mei 1971 tentang pengembangan Pulau Bali. Saya akan mengutip ucapan Manager Bali Beach Sani Soemakno:
"Djalan-djalan ke desa tidak perlu diperbaiki, listrik tidak usah mentjapai pelosok. Alasanja mudah: sekali teknologi mendjalar ke desa, turispun mendjeladjah ke sana. Akibatnja bisa dibajangkan. Di saat obor diganti neon, pelita diganti lampu, maka Bali yang eksotik akan hilang."


Jadi, tetaplah Indonesia, Karimun :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar