Minggu, 10 Oktober 2010

Jalanan Dinding Kapitalis


Sebenarnya film ini merupakan sekuel dari Wall Street (1987). Rentang waktu 23 tahun tidak menyurutkan sutradara Oliver Stone untuk melanjutkan film ini. Apalagi keadaan (krisis global 2008) yang mendukung untuk kembali mengangkat tema pasar uang ini. Deskripsi keterpurukan karena krisis global sangat kentara karena sang penulis film, Allan Loeb merupakan broker bersertifikat yang pernah terpengaruh langsung oleh skandal Bernard Madoff pada masanya. Pemeran utama, Gordon Gekko diperankan oleh Michael Douglas, seperti pada prekuelnya. Peran yang membawanya meraih Piala Oscar sebagai Aktor Utama Terbaik pada 1988. Shia LaBeouf (bintang Transformers) sebagai Jacob Moore, seorang pialang muda yang cerdas, ambisius dan "lurus". Carey Mulligan sebagai Winnie Gekko, putri Gordon sekaligus pacar Jacob.

part 1: pelajaran berharga

Pada awal-awal film kita langsung disuguhkan betapa carut marut rumitnya suasana Wall Street. Kebanyakan laki-laki matang dengan setelan jas rapi, kesibukan, konsentrasi, angka-angka yang terus bergerak dalam monitor, nominal-nominal yang tak terbayangkan, hingga telepon yang terus berdering. Bagi orang yang awam terhadap dunia pasar uang, hal ini tentu saja membosankan dan ya, mengantukkan. Juga berlaku bagi saya, walaupun saya mahasiswa akuntansi yang notabene mempelajari pasar uang, namun saya tak kuasa menahan kantuk juga jika dicekoki istilah-istilah bursa saham secara bertubi-tubi. Namun di sisi lain kita juga bisa belajar bagaimana gambaran suasana di bursa efek dan intrik-intrik di dalamnya.

Pelajaran lain dituangkan dalam buku yang ditulis Gordon Gekko yang berjudul "Is Greed Good?" Dalam bukunya ini, Gekko memperingatkan pada pelaku ekonomi AS bahwa kerakusan yang dituangkan dalam spekulasi akan membawa kehancuran bagi perekonomian AS. Kemudian dalam salah satu acara bedah bukunya, Gekko mencontohkan bahayanya derifatif pinjaman. Dimana Bank berhak menggunakan uang yang disimpan untuk berbagai macam investasi lainnya.

Selain itu, saya juga menangkap adegan yang mengingatkan saya tentang kondisi di mana Sri Mulyani dan Boediono dulu memutuskan untuk mem-bailout Bank Century. Yaitu adegan saat Keller Zabel memohon bailout pada Bank Federal AS. Sangat mirip, juga dengan embel-embel "sistemik"-nya, hehehe.

Bagian pertama yang bisa saya dapat ini merupakan pelajaran mengenai gambaran langsung krisis 2008 yang disebabkan oleh Lehmann Brothers tersebut.

part 2: kuasa kapitalis

Salah satu dialog yang masih terngiang ketika Jacob marah kepada Bretton ketika mengetahui bahwa investor yang seharusnya digunakan untuk energi fusi bahan bakar air malah digunakan untuk investasi lain. Kurang lebihnya begini:

Bretton: "Kau ini kapitalis atau idealis?"
Jacob: "Realistis!"

Kondisi yang ada, Jacob sangat berharap mendapat sodoran dana USD 100 juta untuk energi fusi bahan bakar air yang dinilai sangat potensial untuk umat manusia. Namun pada akhirnya dana digunakan untuk investasi lain dengan pertimbangan bisnis (bisa lebih menguntungkan).

Adegan Bretton yang mempertanyakan pandangan Jacob ini seakan-akan menaruh bahwa idealis menjadi sesuatu yang tidak lagi populer. Bahkan Jacob yang "lurus" pun segan untuk mengakui idealismenya dengan mengalihkannya dengan realistis. Ya, dan kapitalis pun semakin merajalela. Faham ini pun telah menjadi alasan dalam pengambilan keputusan.

Secara keseluruhan film ini memang menceritakan tentang keserakahan para kapitalis. Penuh intrik, mengesampingkan hati nurani dan sportivitas, dan menjunjung tinggi kekayaan dunia. Saling telikung dengan segala cara tanpa peduli hubungan darah, lagi-lagi karena kekayaan.

Sudah ah, saya terlalu malas dan muak membahasnya...

part 3: drama

Cerita drama antara Jacob dan Winnie yang dipengaruhi oleh Gordon cukup membantu untuk memahami bagaimana jatuh bangunnya Wall Street. Jacob yang cerdas, jujur, dan menggebu-gebu dilengkapi dengan tulusnya Winnie menghadapi darah dingin Gordon. Tanpa mengesampingkan peran lain, akting ketiga peran utama tersebut cukup membuat naik turunnya emosi bersamaan dengan jatuh bangunnya saham Wall Street.

Sebenarnya drama yang disuguhkan merupakan drama biasa, namun entah kenapa cerita antar tokohnya malah menguatkan inti pesan film ini.

------------------------------------------------------------

Yahh, permisi para pecinta film. Saya bukan seorang reviewer, hanya berbagi ekspresi saja. Saya hanya menuangkan yang dirasa saja. Oiya, walaupun saya mahasiswa akuntansi, tetap saja saya mengantuk di awal-awal film. Karena saya sejak awal sudah agak antipati terhadap pasar uang. Saya agak berpandangan sempit pada bursa saham. Saya masih mempertanyakan di mana letak usaha dari pekerjaan ini. Walaupun saya tau dunia sudah sangat berkembang, juga mengenai definisi usaha (mungkin), hehehe. Dan yang memprihatinkan, pasar ini menyangkut hajat hidup orang banyak, perekonomian dunia. Semoga mereka bisa mempergunakan dengan bijak.

...karena hingga akhir film, belum ada ajakan atau pesan "lebih bijak dalam stock market dan lebih mementingkan kepentingan bersama..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar