Rabu, 20 Oktober 2010

Hirau Kacau

Hari ini saya dimintai tolong seorang teman untuk pindahan kamar kos. Sebenarnya sih lebih ke tukar kamar. Karena teman saya lainnya, yang kamarnya mau ditukar lagi pulang kampung, maka kami bergotong royong "boyongan". Oke, seperti biasa saya selalu total membantu. Bagian kuli, tukang sapu serahkan pada saya! Hahaha. Dorong mendorong lemari penuh isi dari satu kamar ke kamar lain. Membutuhkan filter ekstra untuk bernafas, karena udara penuh debu. Hingga menata ulang jalur perkabelan dan kamar baru yang bersih dan nyaman siap ditempati. Puas dan beristirahat sejenak menikmati suasana baru.

Selesai? Tidak, mereka melupakan kamar satunya. Kacau balau! Habis manis sepah dibuang. Kotor? Jelas! Berserakan? Pasti! Dan ketika ajakan itu berbalas apatis, hanya kesadaran yang mampu memberi solusi. Yup! Akhirnya sayalah yang membereskan kamar satunya lagi. Membersihkan, merapikan setidaknya hingga layak untuk dibuat tidur.

Bukan apa-apa, namun disini juga ada dua kepentingan. Bukan karena sudah tukar kamar, maka teman saya yang pulang kampung itu harus bekerja sendiri merapikan kamarnya. Namun bagaimana menyelesaikan suatu pekerjaan secara tuntas. Tidak setengah-setengah.

Hiraulah pada kacau. Perbaikilah selagi kita mampu. Setidaknya kita berperan semampu kita dan sesuai kapasitas kita. Kacau terlalu manja jika kita bersikap apatis. Bisa-bisa kita akan terbiasa dengan kacau. Namun juga tidak membenarkan dengan anarki, mungkin peduli terdengar lebih baik, hehehe.

Dan masih hari ini. Ternyata banyak teman-teman di luar sana yang menghabiskan harinya dengan demo. Menyuarakan protes terhadap kinerja pemerintah. Dengan lantang memaparkan ketidakbecusan SBY dan Boediono dalam setahun terakhir. Mengkritisi berbagai sektor. Mulai pendidikan hingga kesejahteraan masyarakat. Mereka melancarkan aksinya dengan berbagai cara. Melakukan segalanya demi menyampaikan aspirasi. Saya sangat salut terhadap kepedulian mereka terhadap negara. Mereka bertujuan untuk kebaikan bersama. Intelejen-intelejan muda tersebut beraksi demi kemajuan bangsa dan kesejahteraan bersama. Menurut saya mereka telah hirau terhadap kekacauan negeri ini. Hebat!

Namun yang sangat disayangkan, masih ada kerusuhan yang membuntuti setiap aksi demo tersebut. Kembali anarkis menjadi jalan pintas untuk pelampiasan ketidakpuasan. Hampir semua media sore tadi memberitakan tentang kerusuhan yang terjadi di setiap aksi demo yang digelar. Anarki dari intelejen muda sampai anarki dari bapak polisi.

Di saat yang sama apa yang sedang dilakukan SBY dan Boediono di ruang kerjanya yang nyaman? Masih berpura-pura tuli, buta, dan terus bisu? Kapankah Anda yang terhormat sekalian menjadi peka dan menghiraukan kekacauan ini? Mungkin ini tidak ada apa-apanya dibandingkan bencana yang menimpa Wasior, namun tetap saja perlu diperhatikan. Saya yakin jika siang tadi Anda yang terhormat mau bersikap gentle dengan menggelar pidato terbuka menanggapi aksi demo tersebut, akan menyita perhatian para pendemo tersebut. Dengan pidato memberi saluran aspirasi atau setidaknya kata-kata dari pemimpin yang dapat mendinginkan hati teman-teman di jalan. Seruan ajakan membangun bersama. Bukankah "Bersama Kita Bisa"? Atau karena sudah berubah ke "Lanjutkan"? Tenang, jangan dilanjutkan pencitraan saja itu, kami tidak akan melabeli "obral janji", karena label itu sudah paten milik anggota dewan.

Mungkin dengan pidato satu tahun para pendemo dan polisi akan memperhatikan dengan seksama, Anda, SBY ahli dalam mengolah kata, tidak memalukan untuk kembali menyuarakan pidato patriotis! Lebih terbuka dan dekat dengan rakyat..

Apa yang Anda lakukan sore tadi sambil melihat berita di TV? Mungkin Anda menangis, karena saya hampir menangis..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar